
Ketika Hak Tersangka Dilanggar, Advokat Paultje, S.H. dan Paralegal Firdaus Ramadan Nugroho Ajukan Pra Peradilan
Karanganyar, 5 Desember 2025 - Dunia hukum di
Karanganyar menjadi sorotan. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang, sebuah
organisasi yang berdedikasi pada perlindungan hak-hak sipil, secara resmi
mendaftarkan permohonan pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar.
Pra Peradilan: Benteng Terakhir Perlindungan Hak Tersangka dalam Proses Pidana
Langkah hukum ini diambil sebagai respons atas dugaan
pelanggaran serius terhadap hak-hak tersangka sebuah perkara yang sedang ditangani LBH Mata Elang yang diwakili oleh tim hukumnya yang berintegritas, yaitu Advokat Paultje, S.H. bersama Paralegal Firdaus Ramadan Nugroho dan Ananta Granda Nugroho. Tindakan ini bukan sekadar
rutinitas hukum, melainkan sebuah pertarungan untuk menguji legalitas tindakan
penyidik dalam proses pidana.
Bagi masyarakat luas, peristiwa ini menjadi momentum penting
untuk memahami secara mendalam: Apa itu pra peradilan? Mengapa mekanisme ini
penting? Dan bagaimana ia dapat menjadi alat pengujian yang efektif ketika
hak-hak warga negara terancam dalam proses hukum?
Mengenal Pra Peradilan: Pengujian Awal Kewenangan Aparat Penegak Hukum
Secara sederhana, pra peradilan adalah sebuah lembaga dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang berfungsi sebagai mekanisme
kontrol dan pengawasan terhadap tindakan aparat penegak hukum, khususnya
kepolisian dan kejaksaan.
Istilah pra peradilan sendiri secara harfiah berarti
"sebelum peradilan" atau "sebelum persidangan pokok perkara
pidana". Lembaga ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tujuan utama dari pra peradilan adalah menguji sah atau
tidaknya suatu upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum
terhadap seseorang. Ini adalah wujud nyata dari prinsip due process of law,
memastikan bahwa kekuasaan negara, meskipun untuk tujuan penegakan hukum, tidak
boleh bertindak sewenang-wenang.
Dasar-Dasar Hukum Pra Peradilan (KUHAP dan Putusan MK)
Dasar hukum utama yang mengatur mengenai pra peradilan
adalah:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Secara spesifik diatur dalam Pasal 1 butir 10 dan Bab X (Pasal 77
sampai Pasal 83). Pasal 77 KUHAP secara eksplisit menyebutkan lingkup
kewenangan pra peradilan.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 21/PUU-XII/2014
Putusan ini merupakan tonggak sejarah. MK memperluas objek pra peradilan yang
semula hanya terkait penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan (SP3), dan
penghentian penuntutan, kini juga mencakup sah atau tidaknya penetapan
tersangka, penyitaan, dan penggeledahan. Perluasan inilah yang membuat pra
peradilan kini menjadi mekanisme yang sangat kuat.
Sebagai seorang pengacara atau advokat, seperti Paultje,
S.H., pemahaman mendalam atas dasar hukum ini adalah krusial dalam menyusun
argumen di hadapan hakim tunggal pra peradilan.
Siapa yang Berhak Mengajukan Pra Peradilan dan Apa Tujuannya?
Dalam konteks kasus yang didaftarkan oleh LBH Mata Elang,
sangat penting untuk mengetahui siapa saja yang secara hukum berhak mengajukan
permohonan pra peradilan.
Subjek Hukum yang Berhak Mengajukan
Menurut KUHAP dan diperkuat oleh Putusan MK, pihak yang
berhak mengajukan permohonan pra peradilan adalah:
Tersangka
Pihak yang hak-haknya dilanggar (misalnya
penetapan tersangkanya dianggap tidak sah).
Keluarga atau Kuasa Hukum
Untuk kepentingan tersangka, baik itu
istri/suami, anak, orang tua, atau Advokat yang diberi kuasa. Dalam kasus ini,
LBH Mata Elang bertindak sebagai kuasa hukum, dengan Paultje, S.H. sebagai
advokat.
Pihak Ketiga yang Berkepentingan
Khusus terkait ganti
kerugian atau pengembalian barang yang disita.
Pihak yang menjadi termohon dalam pra peradilan adalah
penyidik (dari Kepolisian) atau penuntut umum (dari Kejaksaan) yang melakukan
tindakan hukum yang dipersoalkan.
Tujuan Utama Pengajuan Pra Peradilan
Secara umum, tujuan pra peradilan dapat dirangkum sebagai
berikut:
Menguji Legalitas Upaya Paksa
Untuk memastikan apakah
penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan penetapan tersangka telah
dilakukan sesuai prosedur hukum dan didukung alat bukti yang sah.
Memperoleh Ganti Kerugian dan/atau Rehabilitasi
Jika hasil
pra peradilan memutuskan bahwa tindakan penyidik atau penuntut umum tidak sah,
pemohon berhak atas ganti kerugian dan/atau rehabilitasi nama baik.
Menguji Penghentian Penyidikan (SP3)
Untuk menguji sah atau
tidaknya keputusan penyidik menghentikan kasus.
Melindungi Hak Asasi Tersangka
Ini adalah tujuan paling
mendasar. Pra peradilan menjadi 'corong' bagi tersangka yang merasa hak-haknya
dilanggar.
Pelanggaran Hak Tersangka yang Diuji LBH Mata Elang
Permohonan Pra Peradilan yang didaftarkan oleh LBH Mata Elang di PN Karanganyar
ini didasarkan pada dugaan adanya pelanggaran hak-hak tersangka yang ditangani.
Meskipun detail kasusnya akan diuji di persidangan, dugaan pelanggaran yang
umum diajukan dalam permohonan pra peradilan seringkali berkaitan dengan:
Ketiadaan Bukti Permulaan yang Cukup
Sesuai Putusan MK,
penetapan tersangka harus didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah dan
didukung bukti permulaan yang cukup. Jika bukti ini tidak terpenuhi, penetapan
tersangka dapat dibatalkan. Ini adalah argumen utama yang sering diajukan oleh
advokat dan pengacara seperti Paultje, S.H.
Prosedur yang Cacat Hukum
Misalnya, penangkapan tanpa surat
perintah, atau penahanan yang melampaui batas waktu yang ditentukan oleh KUHAP.
Pelanggaran Hak Didampingi Kuasa Hukum
Setiap tersangka
berhak didampingi advokat sejak awal pemeriksaan. Pelanggaran terhadap hak ini
adalah pelanggaran HAM serius yang dapat menjadi dasar permohonan.
Tim LBH Mata Elang berharap
permohonan pra peradilan ini dapat mengembalikan hak-hak tersangka dan
memberikan efek jera agar penyidik lebih cermat dan profesional dalam
menjalankan tugas penegakan hukum pidana.
Implikasi dan Harapan Proses Hukum di PN Karanganyar
Keputusan LBH Mata Elang untuk mengajukan permohonan pra
peradilan di Pengadilan Negeri Karanganyar menegaskan peran vital masyarakat
sipil dalam mengawal penegakan hukum. Ini adalah pertanda bahwa masyarakat
semakin sadar akan hak-hak konstitusionalnya dan siap menggunakan jalur hukum
yang tersedia untuk melawan praktik yang dinilai melanggar hukum.
Apapun hasilnya, proses persidangan pra peradilan akan menjadi pelajaran berharga bagi publik, khususnya dalam memahami
bahwa hukum tidak hanya untuk menghukum, tetapi juga untuk melindungi.
Masyarakat menanti putusan Hakim Tunggal PN Karanganyar.
Jika permohonan ini dikabulkan, penetapan tersangka, penyitaan, atau tindakan
upaya paksa lainnya akan dinyatakan tidak sah dan harus dibatalkan, sekaligus
memulihkan nama baik tersangka.
LBH Mata Elang melalui Advokat Paultje, S.H., Paralegal Firdaus Ramadan Nugroho dan Ananta Granda Nugroho telah memberikan contoh nyata bagaimana mekanisme pra peradilan dapat digunakan secara efektif untuk memperjuangkan keadilan bagi kliennya. Ini adalah edukasi hukum yang paling kuat, disampaikan melalui tindakan nyata di ruang sidang.

