
KUHAP Baru 2025: 5 Perbedaan Mendasar UU Nomor 20 Tahun 2025 dengan KUHAP Lama
Untuk mengunduh salinan lengkap KUHAP Baru versi Pdf, silahkan >>> UU Nomor 20 Tahun 2025 <<<
Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP Lama) telah menjadi fondasi utama penegakan hukum di Indonesia selama
lebih dari empat dekade. Namun, seiring dengan dinamisnya perubahan sistem
ketatanegaraan, perkembangan hukum dalam masyarakat, dan pesatnya kemajuan
teknologi informasi, kebutuhan akan pembaruan hukum acara pidana menjadi tak
terelakkan.
Oleh karena itu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2025 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP Baru). Regulasi baru ini, yang akan
mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2026 , hadir sebagai instrumen untuk
menciptakan supremasi hukum, menjamin hak-hak seluruh pihak, dan mewujudkan
sistem peradilan pidana terpadu yang modern.
KUHAP Baru ini secara fundamental mencabut dan menyatakan
tidak berlaku UU Nomor 8 Tahun 1981. Lantas, apa saja perubahan mendasar yang
dibawa oleh KUHAP Baru 2025? Untuk memastikan Anda tidak ketinggalan informasi
krusial ini, mari kita bahas tuntas lima perbedaan utama antara KUHAP lama dan
KUHAP yang baru terbit. Pastikan Anda memahami setiap poin perbedaan, terutama
yang berkaitan dengan Keadilan Restoratif dan hak-hak korban tindak pidana.
1. Pengakuan Resmi Mekanisme Keadilan Restoratif
Salah satu pembaruan paling revolusioner dalam KUHAP Baru adalah pengakuan dan pengaturan yang eksplisit mengenai Keadilan Restoratif (Restorative Justice atau RJ). Jika dalam KUHAP lama (UU No. 8/1981) praktik RJ hanya didasarkan pada peraturan internal penegak hukum (Perja/Perpol), KUHAP Baru menempatkannya sebagai mekanisme hukum formal.
Perbedaan Utama:
KUHAP Lama
Tidak mengatur RJ secara eksplisit, penyelesaian
damai bersifat diskresional.
KUHAP Baru (UU 20/2025)
RJ diatur dalam Bab IV dan dapat
dilakukan pada tahap Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, hingga pemeriksaan
di sidang pengadilan.
Syarat RJ
Mekanisme Keadilan Restoratif dapat dikenakan terhadap tindak pidana yang diancam hanya dengan pidana denda paling banyak kategori III atau pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, merupakan tindak pidana yang pertama kali dilakukan, dan/atau bukan pengulangan tindak pidana (dengan pengecualian).
Tujuan
RJ bertujuan untuk memulihkan keadaan semula, termasuk pemaafan dari Korban, pengembalian barang, ganti rugi, atau perbaikan kerusakan. Setelah kesepakatan dipenuhi, perkara wajib dihentikan dan dimintakan penetapan pengadilan.
2. Adopsi Mekanisme Pengakuan Bersalah (Plea Bargain) dan DPA
KUHAP Baru memperkenalkan mekanisme yang diadopsi dari
sistem hukum common law untuk mempercepat proses peradilan dan mengurangi beban
perkara.
Plea Bargain (Pengakuan Bersalah)
Pengakuan Bersalah adalah mekanisme hukum yang memungkinkan terdakwa untuk mengakui kesalahannya dan bersikap kooperatif dalam pemeriksaan, dengan imbalan berupa keringanan hukuman. Jika Hakim yakin Pengakuan Bersalah dilakukan sesuai ketentuan dan didukung minimal 2 (dua) alat bukti yang sah, Hakim akan memberikan putusan sesuai dengan kesepakatan dalam berita acara.
Deferred Prosecution Agreement (DPA)
DPA atau Perjanjian
Penundaan Penuntutan adalah mekanisme hukum yang ditujukan bagi Penuntut Umum
untuk menunda Penuntutan terhadap terdakwa yang pelakunya adalah korporasi.
3. Perluasan Obyek dan Subyek Praperadilan
Lembaga Praperadilan dalam KUHAP lama (UU No. 8/1981) sering
menimbulkan perdebatan, terutama terkait perluasan objeknya. KUHAP Baru
memberikan kepastian dan perluasan yang signifikan terhadap kewenangan
Praperadilan.
Perbedaan Utama:
Subyek Pemohon Diperluas
Kewenangan Praperadilan tidak lagi
hanya milik tersangka atau keluarganya. KUHAP Baru memberikan hak kepada korban
atau keluarga korban, pelapor, atau advokat yang diberi kuasa untuk mewakili
kepentingan hukum tersangka atau korban, untuk mengajukan keberatan.
Obyek Praperadilan Diperluas
Selain menguji sah atau
tidaknya upaya paksa (penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan) dan
penghentian penyidikan/penuntutan, Praperadilan juga berwenang memeriksa dan
memutus permintaan Ganti Rugi dan/atau Rehabilitasi bagi pihak yang perkaranya
dihentikan.
4. Penguatan Hak Korban dan Kelompok Rentan
Semangat utama KUHAP Baru adalah menjamin hak-hak semua
pihak, terutama korban yang sering terabaikan dalam sistem lama.
Definisi Korban
Definisi Korban diperjelas sebagai
seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi
akibat tindak pidana.
Hak Restitusi dan Kompensasi
KUHAP Baru mendefinisikan secara jelas hak Restitusi (pembayaran ganti rugi oleh pelaku atau pihak ketiga) dan Kompensasi (ganti rugi yang diberikan oleh negara jika pelaku tidak mampu).
Perlindungan Kelompok Rentan
Terdapat ketentuan yang mewajibkan penyidik untuk melakukan asesmen dan mengupayakan fasilitas/rujukan bagi kebutuhan khusus perempuan dan kelompok rentan. Secara spesifik, perempuan yang berhadapan dengan hukum yang hamil, menyusui, atau memiliki beban pengasuhan anak di bawah 18 tahun harus dihindarkan dari penahanan rumah tahanan atau pemenjaraan.
5. Penggunaan Sistem Peradilan Pidana Berbasis Teknologi Informasi
Mengingat kemajuan zaman, KUHAP Baru mengintegrasikan
teknologi informasi ke dalam seluruh sistem peradilan pidana.
Sistem Digital Terpadu
Penyelenggaraan peradilan pidana
akan dilakukan melalui sistem peradilan pidana berbasis teknologi informasi.
Sistem ini digunakan dalam semua tahapan: Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan,
peradilan, dan pemasyarakatan.
Akses Informasi
Sistem ini bertujuan menyediakan informasi
terkait penyelenggaraan peradilan, penanganan tersangka/terdakwa, pemenuhan hak
korban, pelaksanaan Keadilan Restoratif, statistik kriminal, dan putusan
pengadilan.
Alat Bukti Digital
Definisi Saksi diperluas, kini mencakup
orang yang memiliki dan/atau menguasai data dan/atau informasi yang berkaitan
dengan perkara. Hal ini secara implisit mengakomodasi legalitas alat bukti
elektronik yang sebelumnya sering diperdebatkan dalam konteks KUHAP lama.
Perubahan Lain yang Tak Kalah Penting
Selain lima poin mendasar di atas, KUHAP Baru 2025 juga
membawa pembaruan lain:
Penetapan Tersangka Lebih Jelas
Proses Penetapan Tersangka
secara eksplisit membutuhkan minimal 2 (dua) alat bukti yang sah. Ketentuan ini
memperkuat perlindungan hak asasi dan memberikan kepastian hukum pada tahap
awal proses pidana.
Putusan Pemaafan Hakim
Diperkenalkan jenis putusan baru,
yaitu Putusan Pemaafan Hakim, di mana Hakim menyatakan terdakwa terbukti
bersalah, tetapi karena ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau
keadaan pada waktu dan setelah tindak pidana, Hakim tidak menjatuhkan pidana
atau tindakan. Putusan ini mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
Sistem Campuran (Mixed System)
Acara pidana dalam KUHAP
Baru dilaksanakan dengan perpaduan antara sistem Hakim aktif (inquisitorial)
dengan para pihak berlawanan secara berimbang (adversarial) dalam pemeriksaan
di sidang pengadilan. Ini berbeda dengan KUHAP lama yang cenderung didominasi
oleh peran aktif Hakim dan Penuntut Umum.
Kesimpulan
KUHAP Baru atau UU Nomor 20 Tahun 2025 merupakan tonggak sejarah dalam reformasi hukum di Indonesia. Dengan memperkenalkan mekanisme modern seperti Keadilan Restoratif , Plea Bargain , penguatan hak korban , dan integrasi teknologi , undang-undang ini diharapkan mampu menjawab tantangan hukum masa kini dan mewujudkan peradilan pidana yang lebih adil, transparan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Penting bagi seluruh aparat penegak hukum, praktisi hukum (Advokat), Paralegal, hingga masyarakat umum untuk mempelajari secara mendalam ketentuan dalam KUHAP Baru ini. Perubahan ini akan mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2026, menandai berakhirnya era KUHAP lama dan dimulainya Revolusi Hukum Acara Pidana di Indonesia.

