Membongkar Kewajiban Asuransi Jiwa Kredit pada KUR dan Perlindungan Hukum Ahli Waris, Utang Lunas Seketika!

Membongkar Kewajiban Asuransi Jiwa Kredit pada KUR dan Perlindungan Hukum Ahli Waris, Utang Lunas Seketika!

Membongkar Kewajiban Asuransi Jiwa Kredit pada KUR dan Perlindungan Hukum Ahli Waris, Utang Lunas Seketika! 

 


Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah program unggulan pemerintah yang bertujuan memajukan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu penyalur terbesar program ini, menjadikan produk KUR BRI sebagai tulang punggung pembiayaan jutaan pelaku usaha. Namun, di balik kemudahan akses dan suku bunga rendah yang ditawarkan, masih banyak masyarakat, terutama ahli waris, yang belum sepenuhnya memahami hak hukum mereka ketika debitur meninggal dunia, khususnya terkait dengan Asuransi Jiwa Kredit.

 

Artikel ini akan mengupas tuntas dasar hukum wajibnya asuransi pada KUR, konsekuensi hukum bagi Bank Penyalur yang lalai, serta langkah-langkah strategis yang harus diambil oleh ahli waris untuk memastikan utang almarhum dinyatakan lunas tanpa beban tagihan.

 

Dasar Hukum Wajib Asuransi Jiwa Kredit pada Skema KUR

 

Prinsip dasar dalam program KUR adalah perlindungan. Pemerintah menyadari bahwa UMKM seringkali tidak memiliki agunan tambahan yang memadai, oleh karena itu risiko pinjaman dialihkan ke pihak ketiga melalui skema penjaminan dan asuransi.

 

Kewajiban Bank Penyalur (seperti kur bri) untuk melindungi debitur dengan asuransi diatur dalam regulasi teknis pelaksanaan KUR yang dikeluarkan oleh Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

 

Kedudukan Asuransi dalam Peraturan Pelaksana KUR

 

Regulasi kunci yang mengatur mekanisme ini adalah Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko Perekonomian) mengenai Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

 

Dalam Permenko Perekonomian terbaru, dan perubahannya (misalnya Permenko Nomor 1 Tahun 2022 yang diubah dengan Permenko Nomor 1 Tahun 2023), ditegaskan bahwa:

 

Pelaksana Perlindungan 

Pelaksana Perlindungan KUR terdiri atas Perusahaan Penjamin (yang menjamin risiko gagal bayar) dan Perusahaan Asuransi Kredit (yang salah satu produknya adalah Asuransi Jiwa Kredit). Kedua entitas ini bekerja sama berdasarkan perjanjian dengan Bank Penyalur.

 

Tujuan Asuransi 

Asuransi Jiwa Kredit berfungsi sebagai penjamin pelunasan sisa utang apabila debitur meninggal dunia. Dengan demikian, pinjaman tersebut otomatis lunas tanpa perlu dilanjutkan oleh ahli waris atau keluarga, asalkan premi telah dibayarkan.

 

Berdasarkan pedoman tersebut, Bank Penyalur KUR, termasuk Bank BRI, wajib memasukkan komponen premi asuransi sebagai bagian dari struktur biaya pinjaman. Oleh karena itu, bagi debitur yang mengajukan kur bri, secara implisit pinjaman mereka sudah termasuk biaya perlindungan ini. Kewajiban ini akan terus berlaku dan menjadi perhatian utama dalam penyaluran kur bri 2025 maupun kebijakan jangka panjang hingga kur bri 2026 dan seterusnya, mengingat pentingnya mitigasi risiko dalam program subsidi pemerintah.

 

Mengapa Ahli Waris Seringkali Ditagih Meskipun Asuransi Wajib?

 

Meskipun dasar hukumnya jelas, banyak kasus di lapangan di mana ahli waris tetap menerima tagihan (penagihan sisa angsuran kur bri) setelah debitur meninggal. Hal ini biasanya terjadi karena dua alasan utama:

 

1. Kurangnya Edukasi dan Informasi

 

Bank Penyalur seringkali lalai memberikan salinan polis asuransi atau sertifikat penjaminan kepada debitur saat akad kredit. Akibatnya, ahli waris tidak memiliki bukti fisik adanya asuransi. Tanpa bukti tersebut, pihak Bank dapat memanfaatkan ketidaktahuan ahli waris dengan tetap menagih sisa utang almarhum.

 

2. Kelalaian atau Kesalahan Administratif Bank

 

Ini adalah pelanggaran yang lebih serius. Ada dua jenis kelalaian Bank:

 

Bank Lalai Menutup Asuransi 

Bank membebankan dan memotong biaya premi dari dana pencairan kredit, namun karena alasan administrasi atau kelalaian, Bank gagal mendaftarkan atau menerbitkan polis asuransi kepada perusahaan asuransi. Dalam kasus ini, Bank telah menerima uang premi dari debitur (pemotongan biaya) tetapi tidak melaksanakan kewajibannya.

 

Bank Gagal Mengajukan Klaim 

Asuransi sudah terbit, tetapi ketika debitur meninggal, pihak Bank lalai atau terlambat mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi sehingga sisa utang tidak terhapus dan tagihan terus berjalan.

 

Jika Bank terbukti memotong premi namun tidak dapat menunjukkan Polis Asuransi yang sah, maka secara hukum risiko pelunasan utang beralih sepenuhnya menjadi tanggungan Bank. Bank tidak dapat menagih sisa utang kepada ahli waris, karena kelalaian Bank sendirilah yang menghilangkan hak pelunasan otomatis dari klaim asuransi.

 

Tiga Langkah Strategis Melawan Penagihan Ilegal

 

Ahli waris yang menghadapi penagihan sisa angsuran kur bri setelah debitur meninggal harus segera mengambil langkah-langkah terstruktur dan legal:

 

1. Permintaan Bukti Transaksi dan Dokumen Polis

 

Langkah pertama adalah mendatangi Bank Penyalur (misalnya kantor cabang kur BRI terdekat) dan meminta secara tertulis salinan dokumen berikut:

 

Rincian Biaya Kredit (Perjanjian Kredit) 

Untuk memastikan adanya potongan biaya premi asuransi.

 

Sertifikat Polis Asuransi Jiwa Kredit 

Bukti sah bahwa almarhum telah didaftarkan sebagai Tertanggung.

 

Surat Keterangan Lunas  

Jika polis ada, ahli waris harus segera menyerahkan Akta Kematian dan meminta Bank memproses klaim asuransi dan menerbitkan surat lunas.

 

Jika Bank menolak memberikan Sertifikat Polis atau terbukti tidak ada Polis meskipun premi sudah dipotong, catatlah penolakan tersebut. Anda kini memiliki dasar yang kuat untuk menuntut Bank.

 

2. Pelaporan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

 

Jika Bank tetap bersikukuh menagih sisa utang, ahli waris wajib menempuh jalur pengaduan resmi ke OJK sebagai lembaga pengawas jasa keuangan.

 

Pengaduan harus mencakup bukti-bukti berupa:

  • Akta Kematian.
  • Surat Permintaan Bukti Polis yang tidak ditanggapi Bank.
  • Perjanjian Kredit yang membuktikan adanya pemotongan biaya asuransi.

 

OJK akan memediasi sengketa ini dan memiliki wewenang untuk memberikan sanksi administratif kepada Bank yang terbukti melanggar ketentuan Perlindungan Konsumen dan Pedoman Pelaksanaan KUR.

 

3. Menggandeng Bantuan Hukum Profesional

 

Untuk kasus-kasus sengketa yang kompleks, terutama jika Bank menggunakan jasa penagih yang agresif, melibatkan tim hukum yang profesional sangat direkomendasikan.

 

Tim ahli hukum dapat menyusun surat somasi resmi yang mengacu pada Permenko Perekonomian dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Keberadaan surat somasi dari kantor hukum Mata Elang Law Firm & Partners atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang dapat memberikan tekanan hukum yang signifikan kepada Bank, memaksa mereka untuk segera menghapuskan tagihan sesuai ketentuan hukum.

 

Lembaga seperti LBH Mata Elang berdedikasi membantu masyarakat dalam menghadapi ketidakadilan yang dilakukan oleh lembaga keuangan, memastikan hak-hak konsumen ditegakkan. Konsultasikan kasus Anda untuk mendapatkan strategi hukum yang paling komprehensif, baik itu melalui mediasi dengan Bank maupun pelaporan ke OJK, guna mendapatkan kejelasan status utang lunas.

 

Kesimpulan: Pahami Hak, Lawan Penagihan Ilegal

 

Program KUR dirancang untuk membantu, bukan untuk membebani ahli waris. Adanya Asuransi Jiwa Kredit adalah kewajiban yang bersifat mengikat bagi Bank Penyalur, dan merupakan hak perlindungan mutlak bagi debitur dan keluarganya.

 

Apabila debitur kur bri meninggal dunia dan ahli waris ditagih, segera tuntut bukti pelunasan dari asuransi. Jangan pernah membayar sepeser pun angsuran kur bri setelah tanggal kematian almarhum sebelum adanya konfirmasi tertulis dari Bank. Ingat, kelalaian Bank bukanlah kerugian ahli waris. Dengan memahami dasar hukum ini dan mengambil langkah-langkah yang tepat, Anda dapat memastikan bahwa sisa utang almarhum dinyatakan lunas seketika.