Gebrakan Hukum LBH Mata Elang - Bongkar Dugaan Kesewenang-wenangan Prosedur Penyidikan di Karanganyar!

Gebrakan Hukum LBH Mata Elang - Bongkar Dugaan Kesewenang-wenangan Prosedur Penyidikan di Karanganyar!

Gebrakan Hukum LBH Mata Elang - Bongkar Dugaan Kesewenang-wenangan Prosedur Penyidikan di Karanganyar!


 

Karanganyar, 2 Desember 2025 - Dunia hukum dikejutkan oleh langkah berani dan cepat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang. Tim investigasi hukum mereka, yang dipimpin langsung oleh Ketua Yayasan, turun ke lapangan di Kabupaten Karanganyar untuk menelusuri dugaan adanya kesalahan prosedur fatal dalam serangkaian proses penyidikan, mulai dari penetapan tersangka, penangkapan, hingga penahanan.

 

Misi LBH Mata Elang kali ini bukan sekadar menjalankan tugas rutin, melainkan sebuah panggilan nurani untuk menegakkan keadilan dan memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan perlindungan hukum yang seutuhnya. Hasil investigasi singkat yang mereka lakukan berhasil mengungkap fakta-fakta hukum yang mencengangkan, yang mengarah pada dugaan kuat adanya tindakan kesewenang-wenangan dalam proses penegakan hukum.

 

Manuver Kilat Keadilan: 7 Jam Menguak Fakta Mencengangkan di Karanganyar

Dalam kurun waktu yang luar biasa singkat—hanya 7 jam—Tim LBH Mata Elang menunjukkan dedikasi dan profesionalisme yang patut diacungi jempol. Mereka tidak hanya mengumpulkan bahan informasi dan bukti-bukti, tetapi juga berhasil mengambil keterangan dari sejumlah saksi kunci. Kecepatan dan ketepatan tindakan mereka menghasilkan temuan yang sangat kritis dan menjadi dasar kuat untuk langkah hukum selanjutnya.

 

📜 Kronologi Penuh Keanehan: Tersangka Tanpa SPDP dan Penangkapan Misterius

Investigasi LBH Mata Elang mengungkap pola yang sangat mengkhawatirkan dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum acara pidana yang adil.

 

Tiadanya SPDP 

Salah satu temuan paling krusial adalah fakta bahwa pihak terlapor diduga tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sama sekali sebelum ditangkap. SPDP adalah hak fundamental terlapor dan merupakan titik awal transparansi dalam proses penyidikan. Tidak diberikannya SPDP sejak awal proses penyidikan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitas dimulainya proses penyidikan itu sendiri. 

 

Penetapan Tersangka Super Instan 

Jarak waktu antara adanya laporan polisi hingga penetapan tersangka dan berujung pada penangkapan dan penahanan hanya memakan waktu 3 hari. Proses yang terkesan 'sangat instan' untuk perkara yang bukan tertangkap tangan ini memunculkan kekhawatiran serius mengenai pemenuhan minimal dua alat bukti yang sah sebelum status hukum seseorang ditingkatkan menjadi tersangka, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

 

Penangkapan di Luar Prosedur 

Tersangka tiba-tiba ditangkap di rumahnya berdasarkan Surat Perintah Penangkapan, namun penangkapan tersebut sama sekali tidak disaksikan oleh lingkungan sekitar. Ketua RT maupun para tetangga menyatakan tidak mengetahui, apalagi menyaksikan, adanya proses penangkapan tersebut. Penangkapan yang dilakukan tanpa disaksikan pihak lingkungan atau keluarga dapat memicu pertanyaan tentang transparansi dan kepatuhan terhadap prosedur, mengingat penangkapan harus dilakukan dengan cara-cara yang patut.

 

Fakta-fakta ini, mulai dari tersangka tanpa SPDP hingga penangkapan misterius di luar pengamatan lingkungan, menunjukkan adanya dugaan penyimpangan serius yang tidak bisa ditoleransi. Integritas proses hukum harus dijunjung tinggi, dan tidak ada ruang bagi tindakan kesewenang-wenangan yang merenggut hak kemerdekaan warga negara.

 

Momentum Pra Peradilan: Menguji Sah atau Tidaknya Tindakan Penegak Hukum

Saat ini, status penahanan tersangka sudah berjalan selama 20 hari dan baru saja diperpanjang untuk 40 hari ke depan. Total waktu penahanan yang signifikan ini membuat LBH Mata Elang harus bergerak cepat. Mereka menyadari bahwa satu-satunya cara untuk menguji legalitas seluruh rangkaian proses ini adalah melalui mekanisme Pra Peradilan.

 

Gelar Perkara Internal: Menganalisa Bukti dan Merumuskan Strategi 

Dalam waktu dekat, Tim LBH Mata Elang akan segera melaksanakan Gelar Perkara Internal. Pertemuan strategis ini menjadi kunci untuk:

 

  • Menganalisa secara mendalam semua bukti (surat, keterangan saksi, dan petunjuk) yang berhasil dikumpulkan dalam 7 jam investigasi.

 

  • Menyusun kerangka hukum yang kokoh, berlandaskan yurisprudensi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Merumuskan rekomendasi langkah-langkah hukum yang tegas, yang pada akhirnya akan bermuara pada pengajuan permohonan Pra Peradilan.

 

Menggugat Tiga Pilar Keadilan: Penetapan, Penangkapan, dan Penahanan

Fokus utama permohonan Pra Peradilan yang akan diajukan oleh LBH Mata Elang adalah menguji sah atau tidaknya tiga pilar krusial dalam proses penegakan hukum yang diduga cacat prosedur:

 

Sah atau Tidaknya Penetapan Tersangka 

Mengingat proses yang sangat cepat (3 hari) dan dugaan ketiadaan SPDP, Pra Peradilan akan menguji apakah minimal dua alat bukti yang sah telah terpenuhi secara benar dan prosedural sebelum status tersangka disematkan.

 

Sah atau Tidaknya Penangkapan 

Mempertanyakan legalitas penangkapan yang dilakukan tanpa diketahui atau disaksikan oleh lingkungan sekitar, bertentangan dengan prinsip transparansi dan perlindungan hak asasi manusia.

 

Sah atau Tidaknya Penahanan 

Jika penetapan tersangka dan penangkapan dinilai tidak sah, maka secara otomatis penahanan yang didasarkan pada kedua proses awal tersebut juga harus dinyatakan tidak sah.

 

Langkah pengajuan Pra Peradilan ini adalah bentuk perlawanan elegan dan konstitusional terhadap setiap bentuk dugaan kesalahan prosedur dan kesewenang-wenangan. Ini adalah pesan tegas bahwa proses hukum harus berjalan sesuai koridornya, tanpa pandang bulu dan tanpa cacat.

 

LBH Mata Elang: Inspirasi Perjuangan untuk Keadilan Substantif

Perjuangan LBH Mata Elang di Karanganyar ini adalah inspirasi bagi seluruh masyarakat pencari keadilan di Indonesia. Mereka membuktikan bahwa kecepatan, integritas, dan keberanian adalah senjata paling ampuh dalam menghadapi tantangan hukum yang kompleks.

 

Ketua Yayasan LBH Mata Elang dan timnya tidak gentar dalam mengambil posisi sebagai garda terdepan pembela hak-hak warga negara yang terzalimi. Kisah ini adalah momentum untuk mengingatkan kita semua bahwa:

 

"Setiap proses hukum haruslah adil, transparan, dan akuntabel. Ketika prosedur dilanggar, maka esensi keadilan pun terciderai. Tugas kita adalah mengembalikan marwah hukum pada tempatnya."

 

Kita patut menunggu manuver hukum selanjutnya dari LBH Mata Elang dan mendoakan agar permohonan Pra Peradilan yang akan mereka ajukan berhasil. Kemenangan dalam kasus ini bukan hanya kemenangan bagi klien, tetapi kemenangan bagi supremasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

 

Ayo dukung terus perjuangan LBH Mata Elang dalam memastikan bahwa hukum tidak hanya tajam ke bawah, tetapi juga tegak lurus pada kebenaran dan keadilan substantif!