Jalan Damai Sebelum Litigasi - Pensiunan Perwira Penuhi Undangan Klarifikasi LBH Mata Elang

Jalan Damai Sebelum Litigasi - Pensiunan Perwira Penuhi Undangan Klarifikasi LBH Mata Elang

Jalan Damai Sebelum Litigasi - Pensiunan Perwira Penuhi Undangan Klarifikasi LBH Mata Elang


 

edisi lanjutan dari artikel sebelumnya: "INVESTIGASI PERDANA PARALEGAL LBH MATA ELANG: Kronologi Lengkap Penipuan Calo Bintara Polri Rp 650 Juta di Semarang"



Semarang, 6 Desember 2025 - Kasus dugaan tindak pidana penipuan rekrutmen anggota kepolisian, yang merugikan seorang warga dari Rembang hingga lebih dari setengah miliar rupiah, baru-baru ini memasuki babak baru yang menunjukkan kekuatan mediasi dan jalur kekeluargaan yang diusung oleh LBH Mata Elang.


LBH Mata Elang: Mendedikasikan Jalur Kekeluargaan Sebelum Memilih Perang Hukum 

Setelah serangkaian upaya komunikasi yang sulit, Pelaku Utama yang diketahui merupakan Pensiunan Perwira Polri dengan pangkat terakhir Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) akhirnya memenuhi undangan klarifikasi resmi yang dilayangkan oleh Tim Hukum LBH Mata Elang. Peristiwa ini bukan sekadar pertemuan biasa; ini adalah penegasan filosofi LBH Mata Elang: memberikan kesempatan emas kepada pihak lawan untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan masalah secara damai, sebelum palu godam hukum diketuk.

 

Artikel edukasi hukum ini akan membahas kronologi mediasi, mengupas kewaspadaan terhadap Modus Penipuan Rekrutmen Polri, dan menekankan pentingnya peran Lembaga Bantuan Hukum dalam mencari solusi yang adil bagi Korban tanpa harus selalu berakhir di ruang sidang.

 

Kronologi Panggilan Klarifikasi: Ketika Taji Hukum Diimbangi Itikad Baik

 

Persoalan ini bermula dari janji palsu yang diberikan oleh jaringan percaloan kepada Korban untuk diloloskan dalam seleksi Bintara Polri. Janji tersebut mengakibatkan Korban menyerahkan dana total sebesar Rp 650.000.000,- (Enam Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) kepada beberapa Pelaku Utama dan Perantara.

 

Mengapa LBH Memilih Surat Undangan, Bukan Laporan Polisi?

 

Sebagaimana disampaikan oleh Tim Hukum LBH Mata Elang, Firdaus Ramadan Nugroho, setiap penanganan kasus selalu diawali dengan jalur restorative justice atau upaya damai. Setelah mengumpulkan bukti-bukti primer, termasuk kronologi terperinci, bukti transfer, dan Surat Pernyataan dari salah satu Pelaku Utama 1 (yang mengakui sebagian kewajiban dan telah menyanggupi pengembalian tahap awal), langkah selanjutnya adalah menargetkan Pelaku Utama 2 yang diduga menerima sebagian besar aliran dana.

 

Tim LBH mengirimkan surat undangan klarifikasi resmi. Keputusan ini didasari keyakinan bahwa jalur hukum pidana, begitu dimulai, tidak dapat dihentikan (kecuali dengan mekanisme Restorative Justice yang ketat) dan seringkali tidak menjamin pengembalian kerugian materiil secara cepat. LBH bertujuan ganda: keadilan hukum dan pemulihan kerugian finansial Korban.

 

Pelaku Utama Hadir: Mengubah Ancaman Hukum Menjadi Komitmen

 

Berbeda dengan upaya kontak sebelumnya yang selalu gagal, surat undangan resmi LBH Mata Elang berhasil mendatangkan Pelaku Utama 2 (Pensiunan AKBP) ke kantor LBH di Ungaran. Kehadiran seorang Pensiunan Perwira Tinggi Kepolisian dengan pangkat terakhir AKBP dalam pertemuan klarifikasi ini menjadi momen krusial.

 

Dalam pertemuan tersebut, Pelaku Utama 2 menyatakan kesanggupan dan itikad baik untuk bertanggung jawab atas kerugian Korban. Pensiunan Perwira tersebut bersedia mengembalikan dana sisa kerugian Korban sebesar Rp 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah) melalui skema angsuran yang disepakati bersama.

 

Akta Perdamaian dan Jaminan Hukum LBH Mata Elang

 

Komitmen pengembalian dana ini rencananya akan diformalkan dalam sebuah Akta Perdamaian (Dading) yang ditandatangani oleh Penerima Kuasa dari Korban (LBH Mata Elang) dan Pelaku Utama. Akta ini menjadi landasan hukum yang kuat untuk memastikan hak Korban terpenuhi.

 

Isi Kunci Akta Perdamaian: Jaminan Tidak Akan Menempuh Jalur Pidana

 

Dalam Akta Perdamaian, terdapat klausul penting di mana PIHAK PERTAMA (LBH Mata Elang, mewakili Korban) menjamin bahwa Korban tidak akan menempuh jalur hukum pidana (Pasal 378 KUHP) selama Pelaku Utama 2 melaksanakan kewajiban pengembalian dana secara tepat waktu.

 

Sebagai perwujudan itikad baik, Pelaku Utama 2 diberikan kesempatan untuk menyerahkan angsuran pertama sebesar Rp 100.000.000,- (Seratus Juta Rupiah) bersamaan dengan penandatanganan Akta. Sisa angsuran sebesar Rp 400.000.000,- akan dilunasi secara bertahap hingga Juli 2026. Semoga saja kesempatan menyelesaikan kasus secara kekeluargaan yang diberikan oleh LBH Mata Elang ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh yang bersangkutan. 

 

Klausul Konsekuensi: Akta tersebut juga mengatur bahwa jika Pelaku Utama 2 lalai dalam memenuhi salah satu jadwal angsuran, maka Akta Perdamaian ini secara otomatis batal demi hukum. Artinya, LBH Mata Elang berhak penuh untuk segera mengajukan Laporan Polisi (LP) atas dugaan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan. Inilah kekuatan jaminan hukum yang diberikan oleh LBH.

 

Edukasi Hukum: Mengapa LBH Selalu Mengutamakan Jalur Damai?

 

Filosofi LBH Mata Elang adalah "Perdamaian adalah Pilihan Terbaik, tetapi Kejelasan Hukum adalah Kepastian". Menempuh jalur hukum pidana adalah hak mutlak Korban, namun jalur ini memiliki beberapa kelemahan dalam konteks penipuan dana:

 

Pengembalian Kerugian Lama 

Proses pidana (penyidikan, penuntutan, sidang) memakan waktu bertahun-tahun. Bahkan jika Pelaku divonis bersalah, pengembalian dana kerugian (restitusi) seringkali harus melalui proses perdata terpisah dan membutuhkan waktu yang sangat lama.

 

Kepastian Komitmen 

Dengan Akta Perdamaian, LBH mendapatkan komitmen tertulis dan berjaminan hukum dari Pelaku, lengkap dengan jadwal angsuran pasti. Ini lebih cepat dan terukur daripada menunggu hasil putusan pengadilan.

 

Efek Jera Non-Pidana 

Meskipun tidak dipenjara, tekanan sosial dan finansial dari kewajiban pengembalian ratusan juta rupiah secara terstruktur juga memberikan efek jera yang signifikan.

 

LBH Mata Elang selalu mencoba Jalur Kekeluargaan terlebih dahulu. Namun, perlu dicatat, jalur damai ini diberikan sebagai kesempatan terakhir. Begitu Pelaku mengkhianati kepercayaan ini, LBH akan langsung melangkah ke jalur hukum yang tidak pernah dapat dihentikan (kecuali lunas). Inilah prinsip tegas LBH Mata Elang dalam membela hak kliennya.

 

Peringatan Keras: Modus Penipuan Rekrutmen Polri Tetap Mengancam

 

Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa pelaku Penipuan Calo Polri tidak hanya berasal dari masyarakat sipil, tetapi juga melibatkan mantan anggota kepolisian dengan rekam jejak yang solid. Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan:

 

Waspada Pensiunan/Mantan Perwira 

Jabatan atau pangkat lama tidak menjamin integritas. Pengakuan memiliki koneksi "orang dalam" atau "jalur khusus" harus ditolak mentah-mentah.

 

Rekrutmen GRATIS dan BETAH 

Ingat selalu prinsip rekrutmen Polri: Bersih, Transparan, Akuntabel, dan Humanis (BETAH). TIDAK ADA BIAYA PUNGUTAN untuk kelulusan.

 

Laporkan ke LBH 

Jika Anda terlanjur menjadi korban, segera konsultasikan dengan lembaga bantuan hukum seperti LBH Mata Elang. Jangan biarkan Pelaku terus menghindar.

 

Penutup: Komitmen LBH Mata Elang untuk Keadilan Pemulihan

 

Keputusan Tim Hukum LBH Mata Elang untuk menunda pelaporan pidana dan memilih jalur mediasi dengan Pensiunan AKBP ini adalah strategi cerdas. Ini menunjukkan kematangan dalam berhukum, memprioritaskan pemulihan kerugian Korban asal Rembang, sambil tetap memegang kunci untuk mengaktifkan proses pidana kapan saja Pelaku Utama 2 lalai.

 

LBH Mata Elang terus berkomitmen mengawal setiap tahapan pengembalian dana hingga lunas. Ini adalah pesan keras bagi para calo: tidak ada tempat untuk penipuan, dan jalur damai hanya terbuka bagi mereka yang benar-benar memiliki itikad baik untuk bertanggung jawab.