
INVESTIGASI PERDANA LBH MATA ELANG: Kronologi Lengkap Penipuan Calo Bintara Polri Rp 650 Juta di Semarang
Semarang, 28 Oktober 2025 - Kasus dugaan penipuan rekrutmen anggota Polri kembali
mencuat, kali ini menimpa seorang pemuda berinisial "RF" (19), dengan
kerugian material ditaksir mencapai Rp 650 Juta. Kasus yang berpusat di
Semarang dan Rembang, Jawa Tengah, ini menjadi sorotan serius bagi penegakan
hukum dan integritas institusi kepolisian.
Ketika Impian Seragam Polri Direnggut Modus Penipuan
Malam Rabu, tanggal 28 Oktober 2025, Firdaus Ramadan Nugroho, Paralegal dari LBH Mata
Elang melaksanakan investigasi hukum perdana. Tujuan utama investigasi ini
adalah mengumpulkan fakta di lapangan, mengonfirmasi kronologi, dan berupaya
mendapatkan keterangan dari pihak yang diduga sebagai Pelaku Utama dan
Perantara.
Artikel ini disusun sebagai laporan investigasi dan, yang
paling penting, sebagai edukasi hukum mendalam bagi masyarakat luas. Kita akan
mengupas tuntas Modus Penipuan Rekrutmen Polri ini dan membahas jerat Pasal 378
KUHP yang menanti para pelakunya. Tujuannya adalah memastikan masyarakat tidak
lagi terperosok dalam jebakan yang sama.
1. Kronologi Rangkaian Kebohongan: Dari Janji Kelulusan Hingga Gagal Dua Kali
Kasus ini berawal pada Februari 2024, ketika Korban ditawari
kesempatan mendaftar Bintara Polri oleh Perantara 1. Janji yang diberikan
sangat menggiurkan: kelulusan dapat dijamin dengan catatan pembayaran akan
dilakukan setelah Korban resmi diterima sebagai anggota Polri.
Namun, skema janji manis ini segera berubah menjadi
serangkaian permintaan uang yang mendesak.
A. Jaringan Percaloan Terstruktur
Perantara 1 kemudian memperkenalkan Korban kepada Perantara
2, yang selanjutnya menghubungkan Korban dengan Pelaku Utama 1. Pelaku Utama 1
mengklaim memiliki koneksi yang kuat untuk melancarkan proses rekrutmen. Pada
akhirnya, komunikasi dan permintaan dana dialihkan kepada Pelaku Utama 2, yang
diduga bertindak sebagai pengumpul dana dan eksekutor janji.
B. Transaksi Dana Fantastis Tanpa Kuitansi
Tak lama setelah pendaftaran, permintaan uang muka (DP)
sebesar Rp 10 Juta dilakukan secara transfer ke rekening Pelaku Utama 1.
Momen krusial terjadi saat penyerahan uang tunai sebesar Rp
540 Juta di rumah Pelaku Utama 1 di Semarang. Penyerahan uang tunai dalam
jumlah yang sangat besar ini dilakukan di hadapan Korban dan para Saksi Mata
(yang merupakan kerabat Korban dan Para Perantara).
Fakta Krusial: Penyerahan uang tunai Rp 540 Juta tersebut
TIDAK didukung oleh kuitansi atau tanda terima resmi, melainkan hanya
mengandalkan keterangan saksi mata. Hal ini adalah kelemahan signifikan dalam
pengumpulan bukti dokumenter yang perlu dikuatkan oleh tim LBH Mata Elang.
Selama proses seleksi 2024 dan seleksi ulang 2025, Korban
masih diminta menambah dana berkali-kali (via transfer dan tunai) hingga
mencapai total kerugian Rp 650 Juta.
C. Kegagalan dan Penghindaran Pelaku
Korban dinyatakan gagal dalam seleksi Bintara Polri pada
tahun 2024 dan kembali gagal pada tahun 2025. Setelah kegagalan kedua, janji
pengembalian uang pun dilontarkan oleh kedua Pelaku Utama. Namun, hingga kasus ini dikuasakan ke LBH Mata Elang, tidak ada realisasi dan kedua pelaku sulit dihubungi, dengan alasan klasik
"sedang berada di luar kota" atau "sedang mengurus."
2. Hasil Investigasi Malam Rabu, 28 Oktober 2025: Dugaan Penghindaran dan Penguatan Bukti
Tim paralegal LBH Mata Elang menjalankan fungsi investigasi
hukum perdananya dengan fokus utama mendalami fakta dan mengamankan keterangan
saksi.
A. Keberhasilan Awal : Surat Pernyataan Pengakuan dan Pengembalian Dana
Pada malam ini, tim paralegal LBH Mata Elang yang dipimpin oleh Firdaus Ramadan Nugroho berhasil memediasi pertemuan antara Korban dengan Pelaku Utama 1 di sebuah Warung di daerah Woltermonginsidi Semarang.
Hasil dari pertemuan ini sangat krusial:
- Pengakuan Tertulis: Pelaku Utama 1 membuat dan menandatangani Surat Pernyataan di atas meterai Rp 10.000 , yang merupakan pengakuan atas sebagian tanggung jawab finansial.
- Komitmen Pengembalian: Pelaku Utama 1 menyatakan bersedia mengembalikan uang kepada Korban.
- Batas Waktu dan Konsekuensi: Uang tersebut dijanjikan akan dikembalikan selambat-lambatnya pada 25 Januari 2025. Pelaku Utama 1 juga menegaskan kesiapan menanggung segala konsekuensi hukum yang berlaku apabila tidak memenuhi pernyataan tersebut.
- Saksi: Dokumen ini turut ditandatangani oleh Korban dan disaksikan oleh setidaknya dua Saksi Mata.
B. Penguatan Bukti Krusial
Perolehan surat pernyataan ini merupakan kemenangan awal bagi LBH Mata Elang karena:
- Pengakuan Hukum: Dokumen bermaterai ini menjadi alat bukti yang sangat kuat karena merupakan pengakuan tertulis dari Pelaku Utama 1 atas adanya kewajiban finansial kepada Korban, memperkuat dugaan kerugian yang diderita.
- Konfirmasi Aliran Dana: Diperoleh keterangan (sesuai kronologi) bahwa Pelaku Utama 1 mengakui telah menyerahkan sebagian besar dana tersebut (sekitar Rp 485 Juta) kepada Pelaku Utama 2, yang merupakan petunjuk penting untuk melacak aliran dana dan peran masing-masing pelaku.
- Penyusunan BAPK: Paralegal juga berhasil memfinalisasi Berita Acara Pernyataan Kesaksian (BAPK) dari para Saksi Mata yang menyaksikan penyerahan uang tunai Rp 540 Juta. Dokumen ini secara formal mengikat keterangan saksi di atas materai, menjadikannya alat bukti yang sah untuk menggantikan ketiadaan kuitansi.
3. Analisis Hukum Mendalam: Jerat Pasal 378 KUHP
Rangkaian peristiwa dalam kasus ini secara hukum memenuhi
unsur-unsur tindak pidana Penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Unsur-Unsur Pidana yang Terpenuhi:
Maksud Menguntungkan Diri Sendiri Secara Melawan Hukum
Para
Pelaku Utama memperoleh keuntungan finansial Rp 650 Juta melalui janji palsu
kelulusan Polri. Tindakan ini jelas melawan hukum karena rekrutmen Polri adalah
proses yang gratis dan resmi.
Rangkaian Kebohongan dan Tipu Muslihat
Janji untuk
"meloloskan" seorang calon melalui jalur uang adalah rangkaian
kebohongan yang terstruktur, yang merupakan inti dari delik penipuan.
Menggerakkan Korban
Rangkaian kebohongan tersebut berhasil
menggerakkan Korban dan keluarganya untuk menyerahkan sejumlah uang yang sangat
besar.
Ancaman hukuman bagi pelaku Penipuan Calo Polri berdasarkan
Pasal 378 KUHP adalah pidana penjara paling lama empat tahun.
Keterlibatan Perantara
Perantara 1 dan Perantara 2 dapat dijerat sebagai pihak yang
turut serta melakukan atau membantu melakukan tindak pidana (Pasal 55 dan 56
KUHP), tergantung pada sejauh mana pengetahuan dan peran mereka dalam
melancarkan aksi penipuan ini. Tim LBH Mata Elang akan menyerahkan penentuan
status hukum mereka kepada Penyidik Kepolisian.
4. Edukasi Masyarakat: Tips Mencegah Menjadi Korban Modus Penipuan Rekrutmen Polri
Kasus ini harus menjadi peringatan keras. LBH Mata Elang
menyerukan kepada masyarakat untuk memahami bahwa penerimaan anggota Polri
dilakukan dengan prinsip BETAH (Bersih, Transparan, Akuntabel, dan Humanis) dan
TIDAK DIPUNGUT BIAYA (GRATIS).
Berikut adalah langkah-langkah untuk menghindari menjadi
korban Penipuan Calo Polri:
Verifikasi Informasi Resmi
Seluruh informasi dan
persyaratan pendaftaran hanya bersumber dari situs resmi penerimaan Polri
(Penerimaan Polri Go ID) atau melalui sumber resmi di Kantor Kepolisian
setempat.
Tolak "Jalur Belakang"
Setiap tawaran yang
menjamin kelulusan dengan imbalan uang adalah modus penipuan. Jalur tes saat
ini terkomputerisasi dan transparan.
Dokumentasi Bukti Pembayaran
Jika Anda berhadapan dengan
transaksi finansial resmi lainnya (bukan suap), selalu pastikan mendapatkan
kuitansi bermaterai dan lakukan transaksi melalui bank untuk meninggalkan jejak
digital (bukti transfer). Hindari penyerahan uang tunai dalam jumlah besar
tanpa bukti tertulis yang sah.
Segera Laporkan
Jika ada oknum atau calo yang meminta uang,
segera laporkan ke Divisi Propam Polri (jika oknum anggota) atau ke Sentra
Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dengan membawa semua bukti yang ada.
LBH Mata Elang Siap Melangkah ke Ranah Pidana
Hasil investigasi awal LBH Mata Elang telah memperkuat alat
bukti dan memetakan peran masing-masing pihak. Langkah selanjutnya adalah
mengajukan Laporan Polisi (LP) resmi di Polda Jawa Tengah. Tim LBH berkomitmen
mengawal proses penyidikan ini hingga tuntas agar hak-hak Korban pulih dan para
pelaku menerima sanksi hukum setimpal.

