Ketiadaan Saksi Penggugat - Analisis Hukum Acara Perdata dan Strategi Penentu pada Tahap Kesimpulan

Ketiadaan Saksi Penggugat - Analisis Hukum Acara Perdata dan Strategi Penentu pada Tahap Kesimpulan

Ketiadaan Saksi Penggugat - Analisis Hukum Acara Perdata dan Strategi Penentu pada Tahap Kesimpulan 



edisi lanjutan dari artikel sebelumnya: "Menimbang Keadilan di Meja Hijau: Strategi Pembuktian Perkara Perdata, dari Wanprestasi Hingga Gugatan Balik PMH" 



Ungaran, 25 November 2025 - Drama peradilan perdata di Pengadilan Negeri Ungaran memasuki babak penutup untuk tahap pembuktian. Perkara sengketa antara Penggugat (kreditor) melawan Tergugat (debitor dan pemilik aset) dan Turut Tergugat I (istri sah Tergugat) telah tiba pada keputusan Majelis Hakim untuk melanjutkan agenda ke penyerahan Kesimpulan oleh masing-masing pihak. Keputusan ini diambil menyusul fakta krusial di persidangan: Para Penggugat memilih untuk tidak menghadirkan saksi sebagai alat bukti lisan terakhir mereka.

 

Momen ini, di mana pihak penggugat gagal atau memilih untuk tidak menggunakan haknya menghadirkan saksi, memberikan angin segar sekaligus beban tanggung jawab besar bagi tim Tergugat, yang dalam hal ini didampingi oleh LBH Mata Elang. Kegagalan menghadirkan saksi dalam konteks hukum acara perdata memiliki implikasi serius terhadap Beban Pembuktian (Bewijslast) dan potensi Keputusan Hukum akhir.

 

Implikasi Yuridis Ketiadaan Saksi Penggugat

 

Menurut Pasal 164 Herzien Inlandsch Reglement (HIR), alat bukti yang diakui dalam persidangan perdata meliputi bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Bukti saksi sering dianggap sebagai salah satu alat bukti terpenting, khususnya untuk membuktikan fakta-fakta yang berkaitan dengan perbuatan lisan atau keadaan yang dialami langsung oleh para pihak.

 

Kegagalan Memenuhi Beban Pembuktian Pokok Perkara (Wanprestasi)

 

Prinsip Beban Pembuktian (Bewijslast) menuntut Penggugat membuktikan dalil gugatannya, yaitu terjadinya Gugatan Wanprestasi. Meskipun Penggugat telah mengajukan bukti surat (misalnya, perjanjian utang piutang), kehadiran saksi memiliki fungsi vital untuk:

 

Menguatkan Otentisitas Bukti Surat 

Saksi dapat menjelaskan proses penandatanganan perjanjian, maksud dan tujuan para pihak saat itu, serta konteks yang melatarbelakangi lahirnya kewajiban.

 

Membuktikan Fakta Lisan Wanprestasi 

Saksi yang mengetahui upaya penagihan atau permintaan pelunasan dapat membuktikan bahwa Penggugat sudah menunaikan kewajibannya memberikan peringatan (somasi) yang sah dan bahwa Tergugat benar-benar ingkar janji.

 

Dengan tidak adanya saksi, Penggugat secara efektif hanya mengandalkan kekuatan bukti surat semata. Jika bukti surat tersebut berhasil dibantah atau dilemahkan oleh bukti surat Tergugat (seperti dalil Batal Demi Hukum karena adanya Klausul Commisoria), maka dalil Gugatan Wanprestasi Penggugat berpotensi besar untuk ditolak.

 

Kekuatan Bukti Surat Tergugat Tak Terbantahkan

 

Sebaliknya, ketiadaan saksi dari pihak Penggugat memberikan keuntungan besar bagi pihak Tergugat dan Turut Tergugat I. Tim Tergugat, yang pada agenda sebelumnya telah mengajukan serangkaian bukti surat yang sangat strategis—termasuk bukti Sertifikat SHGB, bukti digital, dan permohonan keterangan di bawah sumpah—kini memiliki momentum untuk menyusun Kesimpulan yang berfokus pada:

 

Bukti Adanya PMH 

Bukti digital Tergugat yang menunjukkan paksaan balik nama oleh Penggugat (sebagai bukti PMH), kini tidak ada saksi dari pihak Penggugat yang dapat membantah konteks atau keaslian chat tersebut. Hal ini memperkuat dalil Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang menjadi dasar Gugatan Balik (Rekonvensi).

 

Asas Actore Non Probante Reus Absolvitur 

Jika Penggugat tidak dapat membuktikan dalilnya secara sempurna, Tergugat harus dibebaskan. Ketiadaan saksi memperkuat argumentasi bahwa Penggugat telah gagal melaksanakan Kekuatan Pembuktian yang dibebankan kepadanya.

 

Tahap Krusial: Penyusunan Kesimpulan Persidangan

 

Setelah tahap pembuktian ditutup, agenda selanjutnya adalah penyerahan Kesimpulan Persidangan. Tahap ini bukan lagi untuk mengajukan bukti baru, melainkan untuk merangkum dan menganalisis seluruh bukti yang telah diajukan serta menghubungkannya dengan dalil-dalil hukum.

 

Fungsi dan Tujuan Kesimpulan

 

Kesimpulan adalah dokumen pamungkas yang paling mempengaruhi pertimbangan Majelis Hakim dalam merumuskan putusan:

 

Sintesis Bukti 

Merangkum semua bukti surat (termasuk yang diajukan Tergugat untuk membuktikan Batal Demi Hukum dan PMH) dan mencantumkan pengakuan pihak (Tergugat).

 

Argumentasi Yuridis 

Menghubungkan fakta yang terbukti (misalnya, adanya paksaan balik nama tanpa lelang) dengan pasal-pasal hukum (Pasal 1365 KUHPerdata tentang PMH atau Undang-Undang Jaminan terkait Clausula Commisoria).

 

Menggugurkan Dalil Lawan 

Secara eksplisit menegaskan bahwa Penggugat gagal memenuhi Beban Pembuktian karena tidak adanya saksi atau bukti yang memadai untuk menopang dalil Wanprestasi dan membantah PMH.

 

Strategi Tim Tergugat (LBH Mata Elang)

 

Paralegal Satria Ridwan Herlambang dari LBH Mata Elang menyatakan kesiapan total timnya dalam menghadapi tahap ini. "Kami memiliki momentum. Ketidakmampuan Kuasa Hukum Penggugat menghadirkan saksi lisan menunjukkan kelemahan faktual gugatan mereka. Kesimpulan kami akan fokus pada dua hal: pertama, secara tegas mendalilkan Batal Demi Hukum dalam tuntutan balik nama jaminan; dan kedua, menggarisbawahi bukti-bukti kami yang membuktikan serangkaian Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukan Penggugat yang berdampak pada kerugian immateriil klien kami."

 

Strategi Kesimpulan akan berfokus pada dalil bahwa:

 

Wanprestasi tidak dapat dibuktikan secara sempurna oleh Penggugat, sehingga gugatan Konvensi harus ditolak.

 

PMH Terbukti secara terang-benderang melalui bukti surat Tergugat, sehingga Gugatan Rekonvensi (tuntutan pengembalian sertifikat, ganti rugi immateriil Rp100 juta, dan uang paksa (Dwangsom)) wajib dikabulkan.

 

Edukasi Hukum: Pentingnya Kesimpulan untuk Keputusan Hakim

 

Bagi masyarakat, kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang Hukum Acara Perdata. Keputusan Hakim tidak hanya didasarkan pada siapa yang pertama kali mengajukan gugatan, tetapi siapa yang paling berhasil membuktikan dalil-dalilnya.

 

Kesimpulan yang disusun secara lugas, logis, dan merujuk pada yurisprudensi dan doktrin hukum adalah jembatan yang menghubungkan bukti-bukti faktual dengan pertimbangan hukum. Di tahap inilah tim hukum Tergugat akan menggunakan seluruh keahliannya untuk meyakinkan Majelis Hakim bahwa Keadilan Substantif terletak pada penolakan gugatan Wanprestasi dan pemulihan hak kebendaan Tergugat.

 

Keputusan Hukum akhir di Pengadilan Negeri Ungaran yang akan datang sangat ditunggu, tidak hanya sebagai penyelesaian sengketa ini, tetapi sebagai penegasan penting terhadap prinsip Beban Pembuktian dan perlindungan hak kepemilikan dari tindakan PMH yang berlandaskan jaminan yang cacat hukum.