Tunda Pembuktian Setelah Duplik Maut LBH Mata Elang, Gugatan Rp 23 Miliar di PN Depok Berbalik Arah!

Tunda Pembuktian Setelah Duplik Maut LBH Mata Elang, Gugatan Rp 23 Miliar di PN Depok Berbalik Arah!

Tunda Pembuktian Setelah Duplik Maut LBH Mata Elang, Gugatan Rp 23 Miliar di PN Depok Berbalik Arah!



edisi lanjutan dari artikel sebelumnya "Mission Impossible di Pengadilan Negeri Depok: LBH Mata Elang vs Gugatan Rp 23 Miliar dari Raksasa Penerbangan"



DEPOK, 14 Oktober 2025 – Pertarungan sengit antara "David dan Goliath" dalam kasus perdata Nomor 142/Pdt.G/2025/PN.Dpk di Pengadilan Negeri Depok memasuki babak baru yang dramatis. Agenda sidang yang seharusnya fokus pada Pembuktian Surat Penggugat pada hari ini, Selasa, 14 Oktober 2025, justru harus ditunda atas permintaan langsung dari pihak Penggugat.

 

Penundaan ini terjadi tepat setelah LBH Mata Elang —yang baru masuk di menit-menit akhir—mengajukan Duplik yang begitu tajam dan komprehensif atas nama tiga pihak Para Tergugat. Publik dan pengamat hukum melihat penundaan ini bukan sekadar masalah jadwal, melainkan indikasi kuat bahwa rencana awal Penggugat telah buyar akibat serangan balik yang tidak terduga dalam Duplik Para Tergugat.

 

LBH Mata Elang: Tiga Hari untuk Mengubah Sejarah Persidangan

LBH Mata Elang menerima mandat pada saat krusial, ketika konstruksi hukum yang dibangun oleh Para Tergugat sebelumnya berpotensi lemah. Gugatan yang dilayangkan oleh raksasa penerbangan dan diwakili oleh kantor hukum terkemuka itu menuntut ganti rugi fantastis sebesar Rp 23.467.280.480,00.

 

Melihat taruhan yang ada, Ketua LBH Mata Elang, "seniman pertempuran hukum" turun tangan langsung. Hanya dalam tiga hari, tim hukum berhasil memperbaiki damage (perbaikan konstruksi hukum) yang ada, menyusun Duplik yang tidak hanya menolak, tetapi mematahkan setiap unsur gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

 

Fokus Duplik yang Mencegah Penggugat Maju

Duplik yang diajukan oleh LBH Mata Elang berfokus pada:

 

Pengalihan Kesalahan (Shuld) 

Membuktikan bahwa kerugian Rp 23 Miliar adalah akibat Kelalaian Berat (Grove Nalatigheid) Penggugat sendiri yang membiarkan praktik terjadi selama 11 tahun, bukan semata-mata kesalahan Tergugat I.

 

Menghantam Sita Jaminan 

Mengajukan bantahan sita jaminan (Conservatoir Beslaag) yang cacat formil (tidak jelas batasnya) dan materiel (aset terikat hak pihak ketiga atau sudah terjual).

 

Serangan Misbruik van Recht 

Menduga adanya Penyalahgunaan Hak dalam Beracara karena Penggugat menggunakan jalur Perdata dan Pidana sekaligus untuk menekan Para Tergugat.

 

Edukasi Hukum: Makna Strategis di Balik Penundaan Sidang

Bagi masyarakat umum, penundaan sidang mungkin terlihat sepele. Namun, dalam konteks litigasi perdata, penundaan atas permintaan Penggugat setelah menerima Duplik yang tajam adalah sinyal kemenangan strategis bagi pihak Tergugat.

 

Implikasi Hukum Penundaan:


Strategi Penggugat Buyar 

Penggugat seharusnya sudah siap dengan bukti suratnya hari ini. Permintaan penundaan menunjukkan Penggugat membutuhkan waktu tambahan untuk menganalisis kembali dan menyusun ulang strategi pembuktian mereka yang kini terancam gagal total.

 

Pengakuan Tidak Langsung 

Penundaan ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa Duplik Para Tergugat berhasil memutus mata rantai argumen Penggugat. Penggugat kini harus mencari cara untuk membuktikan unsur Kerugian dan Kausalitas yang telah dibantah secara keras.

 

Kekuatan Duplik 

Duplik, sebagai sarana tanggapan terakhir Tergugat sebelum pembuktian, terbukti menjadi panggung untuk melumpuhkan lawan sebelum pertempuran utama dimulai. Hal ini mengedukasi bahwa setiap tahap dalam proses hukum harus dimanfaatkan dengan strategi maksimal.

 

Tidak Pernah Gentar: Komitmen LBH Mata Elang

LBH Mata Elang membuktikan bahwa kualitas, ketajaman, dan kecepatan analisis hukum dapat menggoyahkan sumber daya finansial dan pengaruh lawan.

 

"Kami tidak pernah gentar. Meski mandat datang terlambat, keadilan tidak mengenal kata terlambat. Kasus ini adalah simbol perjuangan kami untuk memastikan bahwa asas keadilan (Ex Aequo Et Bono) berlaku bagi semua pihak, bukan hanya yang memiliki dana fantastis," tegas Firdaus Ramadan Nugroho, salah satu Senior Paralegal LBH Mata Elang yang ada di dalam tim hukum perkara ini.

 

Dengan ditundanya agenda, kini perhatian beralih kepada apa yang akan disajikan Penggugat di sidang berikutnya. Masyarakat dan seluruh pihak yang mengawal kasus ini menantikan apakah comeback yang dilakukan LBH Mata Elang akan berhasil mengulang sejarahnya sebagai pembela keadilan yang gigih.