
Ketika Penggugat Mangkir, Strategi Baru LBH Mata Elang dalam Sidang Wanprestasi
edisi lanjutan dari artikel "Strategi Jitu Menghadapi Gugatan Wanprestasi Tak Berdasar"
Ungaran, 10 September 2025 - Tim Bantuan Hukum LBH Mata Elang yang diwakili oleh Satria Ridwan Herlambang kembali menghadapi tantangan baru dalam kasus
gugatan wanprestasi yang cacat hukum di Pengadilan Negeri Ungaran. Dalam agenda sidang kedua, pihak
Penggugat kembali tidak hadir, hanya diwakilkan oleh tim kuasa hukumnya.
Kehadiran kuasa hukum tanpa kehadiran prinsipal (Penggugat) membuat agenda
mediasi tidak bisa dilanjutkan.
Situasi ini menjadi momentum strategis bagi LBH Mata Elang
untuk kembali menegaskan posisi hukum kliennya.
Sidang Mediasi Terhambat: Bukan Jalan Buntu, Melainkan Peluang Baru
Menurut Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, kehadiran prinsipal atau pihak yang
bersengketa secara langsung adalah wajib. Kehadiran kuasa hukum saja tidak
cukup. Mangkirnya Penggugat dua kali berturut-turut—bahkan di agenda mediasi
yang seharusnya menjadi jembatan damai—justru menjadi keuntungan tak terduga
bagi pihak Tergugat.
Ketua LBH Mata Elang, didampingi oleh Senior Paralegal
Ananta Granda Nugroho, kembali memberikan bimbingan kepada kliennya. Fokus
utama mereka kini adalah memanfaatkan ketidakhadiran Penggugat sebagai amunisi
tambahan untuk memperkuat dalil-dalil hukum.
Manuver Strategis Menghadapi Ketiadaan Penggugat
Dalam situasi ini, LBH Mata Elang tidak hanya menunggu,
melainkan melakukan manuver-manuver strategis:
Penguatan Dalil Eksepsi
Mangkirnya Penggugat adalah bukti
nyata bahwa mereka tidak memiliki iktikad baik untuk menyelesaikan perkara ini.
Fakta ini dapat digunakan untuk memperkuat dalil eksepsi gugatan kabur (obscuur
libel). Tim LBH Mata Elang akan menekankan kepada Majelis Hakim bahwa Penggugat
tidak serius dalam mengajukan gugatannya, yang semakin menegaskan bahwa gugatan
tersebut tidak seharusnya dilanjutkan ke pokok perkara.
Menegaskan Hak Rekonvensi
Dengan Penggugat yang tidak
hadir, posisi Tergugat menjadi semakin kuat. LBH Mata Elang akan menggunakan
momen ini untuk terus mendesak agar gugatan rekonvensi (gugatan balik) terkait
pengembalian sertifikat milik kliennya segera diproses. Ketidakhadiran
Penggugat menunjukkan kurangnya respons terhadap tuntutan balik ini, yang bisa
mempercepat proses pembuktian dan putusan.
Meminta Penundaan Agenda Mediasi
Tim LBH Mata Elang akan
meminta Majelis Hakim untuk menunda agenda mediasi dan memberikan kesempatan
terakhir bagi Penggugat untuk hadir. Jika Penggugat kembali mangkir, Majelis
Hakim dapat menyatakan mediasi gagal total dan melanjutkan persidangan ke pokok
perkara. Situasi ini memungkinkan Tergugat untuk langsung membacakan jawaban
atas gugatan, termasuk eksepsi dan gugatan rekonvensi, tanpa harus terjebak
dalam proses mediasi yang tidak efektif.
Pelajaran Penting: Iktikad Baik sebagai Kunci Persidangan
Kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya
iktikad baik dalam beracara di pengadilan. Ketidakhadiran Penggugat tidak hanya
menghambat proses mediasi, tetapi juga dapat diinterpretasikan oleh Majelis
Hakim sebagai kurangnya keseriusan dan niat untuk menyelesaikan sengketa. Hal
ini dapat berimbas negatif pada penilaian Majelis Hakim terhadap gugatan yang
diajukan.
Sebaliknya, kehadiran dan kesiapan Tergugat yang didampingi
oleh LBH Mata Elang menunjukkan profesionalisme dan keyakinan mereka. Dari
posisi yang awalnya bertahan, kini mereka menjadi pihak yang lebih proaktif dan
memegang kendali.
Intinya, dalam menghadapi dinamika persidangan, setiap langkah —bahkan ketika lawan tidak hadir — adalah kesempatan untuk memperkuat posisi hukum. Dengan strategi yang matang dan pemahaman mendalam, ancaman hukum dapat terus diubah menjadi peluang nyata untuk meraih kemenangan.