
Strategi Jitu Menghadapi Gugatan Wanprestasi Tak Berdasar
edisi lanjutan dari artikel sebelumnya "Sengkarut Wanprestasi: Ketika Gugatan Cacat Menjadi Senjata Serangan Balik"
Ungaran, 01 September 2025 – Di balik gemerlap dunia bisnis,
risiko sengketa hukum selalu mengintai. Gugatan wanprestasi sering kali menjadi
jalan pintas bagi pihak yang merasa dirugikan. Namun, apa yang terjadi jika
gugatan tersebut cacat secara hukum? LBH Mata Elang yang langsung diwakili oleh Ketuanya dan didampingi oleh Senior Paralegalnya, Ananta Granda Nugroho, memberikan bimbingan langsung kepada sepasang
suami istri yang menghadapi situasi ini.
Pagi itu, di kantor LBH Mata Elang, fokus utama bukanlah
pada pembelaan, melainkan pada serangan balik strategis. Pasangan suami istri
yang menjadi tergugat diarahkan untuk mengubah posisi mereka dari pihak yang
bertahan menjadi pihak yang menyerang.
Persiapan Menghadapi Sidang Perdana: Lebih dari Sekadar Membaca
Sidang perdana adalah momen krusial untuk menentukan arah
seluruh proses peradilan. Alih-alih hanya menunggu dakwaan, para tergugat harus
proaktif. Ketua LBH Mata Elang menekankan beberapa langkah persiapan penting:
1. Analisis Mandiri Dokumen Gugatan
Langkah pertama adalah membaca dan menganalisis setiap poin
dalam surat gugatan. Fokus utama harus tertuju pada kontradiksi, inkonsistensi,
dan ketidakjelasan. Dalam kasus ini, gugatan penggugat mencantumkan dua versi
perjanjian investasi yang berbeda, dengan nilai dan persentase yang tidak
sinkron.
2. Memetakan Titik Lemah
Setelah menganalisis, tim LBH Mata Elang mengidentifikasi
dua kelemahan fatal dalam gugatan tersebut: inkonsistensi dalil dan kontradiksi
penguasaan sertifikat. Inkonsistensi ini membuat gugatan menjadi kabur (obscuur
libel), sebuah cacat formil yang sangat merugikan penggugat.
3. Merumuskan Strategi Serangan Balik
Dengan titik lemah yang sudah ditemukan, LBH Mata Elang
menyusun strategi yang dikenal sebagai serangan balik. Tujuannya adalah tidak
hanya menolak gugatan, tetapi juga membalikkan posisi hukum.
Mengubah Pertahanan Menjadi Serangan
Strategi yang diajarkan oleh Ketua LBH Mata Elang kepada
kliennya adalah membalikkan narasi. Alih-alih membela diri, klien diarahkan
untuk menyerang gugatan itu sendiri.
1. Eksepsi Gugatan Kabur: Menghentikan Langkah Awal Penggugat
Eksepsi adalah langkah untuk menolak gugatan berdasarkan
alasan formil. Dalam kasus ini, LBH Mata Elang menyarankan agar eksepsi gugatan
kabur diajukan. Dengan menyoroti inkonsistensi dalam dalil gugatan, Majelis
Hakim dapat menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke
verklaard), sehingga perkara tidak perlu dilanjutkan ke pokok pembuktian.
2. Gugatan Rekonvensi: Senjata Mematikan
Gugatan rekonvensi, atau gugatan balik, adalah senjata
paling mematikan. Karena Penggugat secara tidak sengaja mengakui menguasai
sertifikat milik Tergugat, celah ini dimanfaatkan untuk mengajukan gugatan
balik. Gugatan ini menuntut Penggugat untuk segera mengembalikan sertifikat tersebut.
3. Menghindari Mediasi yang Menjebak
Ketua LBH Mata Elang memberikan nasihat penting terkait
mediasi. Dalam kasus seperti ini, di mana gugatan memiliki cacat yang fatal,
mediasi justru dapat menjebak. Mediasi sering kali berakhir dengan kompromi yang
tidak menguntungkan Tergugat. LBH Mata Elang menyarankan untuk menolak
kompromi, kecuali jika perjanjian tersebut menghapuskan semua tuntutan dan
menguntungkan klien.
Pentingnya Jasa Profesional dalam Proses Hukum
Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa pendampingan hukum yang
profesional sangat penting. LBH Mata Elang tidak hanya bertindak sebagai
pendamping hukum, tetapi juga sebagai perancang strategi yang mampu mengubah ancaman hukum
menjadi sebuah peluang.
Sebagai kesimpulan, dalam menghadapi gugatan wanprestasi, jangan pernah panik. Dengan pemahaman hukum yang mendalam, analisis dokumen yang cermat, dan strategi yang tepat, Anda dapat mengubah posisi hukum Anda dari pihak yang terancam menjadi pihak yang memegang kendali.