Gagal Mediasi Kedua Kalinya di PN Ungaran: Prinsipal Penggugat Mangkir, LBH Mata Elang Soroti Itikad Baik

Gagal Mediasi Kedua Kalinya di PN Ungaran: Prinsipal Penggugat Mangkir, LBH Mata Elang Soroti Itikad Baik

Gagal Mediasi Kedua Kalinya di PN Ungaran: Prinsipal Penggugat Mangkir, LBH Mata Elang Soroti Itikad Baik



edisi lanjutan dari artikel sebelumnya "Ketika Penggugat Mangkir, Strategi Baru LBH Mata Elang dalam Sidang Wanprestasi"



Ungaran, 30 September 2025 – Proses mediasi dalam perkara gugatan wanprestasi Nomor 122/Pdt.G/2025/PN Ung kembali menemui jalan buntu hari ini di Pengadilan Negeri Ungaran. Agenda mediasi yang seharusnya menjadi forum penyelesaian damai justru gagal total karena ketidakhadiran prinsipal (pihak utama) dari Para Penggugat untuk kedua kalinya berturut-turut.

 

Pihak Tergugat, yang didampingi oleh tim hukum LBH Mata Elang, hadir secara lengkap dan tepat waktu, menunjukkan komitmen penuh terhadap proses peradilan. Namun, ketidakhadiran Para Penggugat menimbulkan pertanyaan besar mengenai keseriusan dan itikad baik mereka dalam menyelesaikan sengketa ini.

 

Prinsipal Penggugat Mangkir, Melanggar Ruh Perma

Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, kehadiran prinsipal (pihak yang berperkara) dalam mediasi adalah hal yang bersifat fundamental. Kehadiran prinsipal, bukan hanya kuasa hukum, adalah kunci agar tercapai keputusan damai yang mengikat dan efektif.

 

"Sangat disayangkan, mediasi kembali gagal karena prinsipal Penggugat tidak hadir, hanya kuasa hukumnya saja yang hadir. Mediasi bukan hanya seremoni, tetapi forum negosiasi langsung. Jika prinsipal tidak hadir, lantas siapa yang akan memutuskan menerima atau menolak proposal perdamaian?" ujar salah satu staf ahli hukum perdata dari LBH Mata Elang. "Ini adalah kali kedua prinsipal penggugat mangkir, sebuah sikap yang menunjukkan ketidakseriusan dan bahkan dapat diinterpretasikan sebagai tidak adanya itikad baik dari pihak yang justru mengajukan gugatan."

 

Pihak Tergugat yang merupakan klien LBH Mata Elang telah menunjukkan itikad baik secara maksimal dengan selalu hadir di persidangan, bahkan telah menyiapkan Proposal Perdamaian yang rasional, di mana mereka menuntut Penggugat untuk mengembalikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diakui masih dalam penguasaan Penggugat.

 

LBH Mata Elang: Gugatan Cacat, Penggugat Tidak Berani Berhadapan

Tim LBH Mata Elang menegaskan bahwa ketidakhadiran prinsipal ini semakin memperkuat analisis mereka bahwa gugatan wanprestasi yang diajukan memang memiliki cacat hukum yang fatal.

 

"Kami menduga ada korelasi antara ketidakhadiran prinsipal dan kelemahan substansi gugatan mereka. Gugatan mereka obscuur libel (kabur), kontradiktif, dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menuntut wanprestasi," tegas perwakilan LBH Mata Elang. "Mungkin prinsipal enggan hadir karena mereka tahu persis kelemahan gugatan mereka, dan menghindari konfrontasi langsung di hadapan Mediator."

 

Ketidakhadiran prinsipal ini memberikan keuntungan prosedural bagi Tergugat, karena hal tersebut dapat dilaporkan kepada Majelis Hakim dan menjadi salah satu pertimbangan untuk menyatakan proses mediasi gagal.

 

Langkah Selanjutnya: Memasuki Persidangan yang Sesungguhnya

Dengan gagalnya mediasi, perkara ini akan dikembalikan kepada Majelis Hakim untuk dilanjutkan ke tahap persidangan yang sesungguhnya, yakni pembacaan gugatan.

 

LBH Mata Elang menyatakan kesiapan penuh untuk mendampingi klien memasuki tahap Jawaban dan Pembuktian. Analisis mendalam tim LBH Mata Elang telah merumuskan strategi pertahanan yang terperinci, termasuk:

 

Eksepsi Gugatan Kabur: Menuntut agar gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).

 

Gugatan Rekonvensi: Mengajukan gugatan balik atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena Penggugat menahan SHGB milik Tergugat.

 

"Kami siap membantu klien untuk membuktikan di muka pengadilan bahwa tidak ada wanprestasi yang dilakukan klien kami, dan justru Penggugat-lah yang tidak beritikad baik, baik secara hukum acara dengan mangkir dari mediasi, maupun secara substansi dengan menahan sertifikat milik klien kami," tutup perwakilan LBH Mata Elang.

 

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi para pihak berperkara untuk mematuhi aturan hukum acara dan menunjukkan itikad baik sejati dalam proses penyelesaian sengketa.