Ketika Perdata Bertemu Pidana: Dugaan Korupsi Oknum Pejabat di Balik Perkara Klien LBH Mata Elang

Ketika Perdata Bertemu Pidana Dugaan Korupsi Oknum Pejabat di Balik Perkara Klien LBH Mata Elang

Ketika Perdata Bertemu Pidana: Dugaan Korupsi Oknum Pejabat di Balik Perkara Klien LBH Mata Elang



Edisi lanjutan dari artikel : "Ketidakhadiran Para Tergugat dan Kuasa Hukum dalam Agenda Verifikasi Keabsahan Surat Kuasa Hukum"


Semarang, 16 Juli 2025 - Kasus perdata klien LBH Mata Elang di Pengadilan Negeri Semarang kini merambah ke dugaan tindak pidana korupsi sejumlah oknum pejabat di sebuah kantor kementerian kota. Simak bagaimana LBH Mata Elang mengkoordinasikan perkara ini ke Ditreskrimsus Polda Jateng untuk mengungkap kebenaran.

 

Kasus perdata Nomor: xxx/Pdt.G/2025/PN.Smg di Pengadilan Negeri Semarang, yang sebelumnya menjadi sorotan karena keraguan akan keabsahan kuasa hukum Para Tergugat, kini memasuki dimensi yang lebih kompleks. Setelah upaya verifikasi keabsahan kuasa hukum yang tidak dihadiri oleh pihak Tergugat dan kuasa hukumnya, LBH Mata Elang melalui paralegalnya, Firdaus Ramadan Nugroho bersama Firman Abdul Ghani, mahasiswa magang Fakultas Hukum UNDIP, menemukan data dan informasi indikasi kuat adanya dugaan tindak pidana korupsi yang melatarbelakangi perkara ini.

 

Perkembangan terbaru ini mengubah lanskap kasus, dari sekadar sengketa perdata menjadi potensi penyelidikan pidana yang melibatkan sejumlah oknum pejabat di salah satu kantor kementerian kota.

 

Dari Sengketa Perdata Menuju Dugaan Korupsi

Awalnya, perkara yang didampingi oleh LBH Mata Elang ini berfokus pada sengketa perdata biasa. Namun, dalam proses pendalaman kasus dan pengumpulan informasi, LBH Mata Elang menemukan kejanggalan yang mengarah pada dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dan potensi kerugian negara.

 

Indikasi awal menunjukkan bahwa permasalahan yang kini membelit klien LBH Mata Elang di ranah perdata, sebenarnya berakar dari tindakan oknum pejabat di sebuah kantor kementerian kota. Diduga, para oknum pejabat ini telah melimpahkan tanggung jawab dan kewenangan yang seharusnya melekat pada jabatan mereka, kepada klien LBH Mata Elang. Ironisnya, klien LBH Mata Elang ini hanyalah seorang pegawai biasa yang tidak memiliki kewenangan formal apapun dalam pengambilan keputusan terkait masalah tersebut.

 

Pelimpahan tanggung jawab secara tidak sah ini, jika terbukti, dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, yang merupakan ciri khas dari tindak pidana korupsi.

 

Koordinasi dengan Ditreskrimsus Polda Jateng

Melihat adanya dugaan tindak pidana korupsi yang serius ini, LBH Mata Elang tidak tinggal diam. Sebagai komitmen untuk menegakkan keadilan dan memberantas praktik korupsi, LBH Mata Elang telah mengambil langkah strategis dengan mengkoordinasikan perkara klien ini ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng).

 

Koordinasi ini bertujuan untuk:

 

Melakukan Penyelidikan Mendalam 

Meminta Ditreskrimsus Polda Jateng untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum pejabat di kantor kementerian kota tersebut.

 

Mengungkap Keterlibatan Oknum 

Menelusuri peran serta tanggung jawab para oknum pejabat yang diduga telah melimpahkan kewenangan secara tidak sah kepada klien LBH Mata Elang.

 

Melindungi Klien 

Memastikan bahwa klien LBH Mata Elang, yang hanya berstatus sebagai pegawai biasa dan diduga menjadi korban pelimpahan tanggung jawab ilegal, mendapatkan perlindungan hukum dan tidak menjadi tumbal dari praktik korupsi oknum pejabat.

 

Implikasi Hukum dan Tanggung Jawab Pejabat

Jika dugaan ini terbukti, tindakan para oknum pejabat yang melimpahkan tanggung jawab kepada pegawai biasa tanpa kewenangan adalah pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

 

Seorang pejabat publik memiliki tanggung jawab yang melekat pada jabatannya. Melimpahkan tanggung jawab tersebut kepada pihak yang tidak berwenang, apalagi jika berujung pada kerugian atau keuntungan tidak sah bagi pihak lain, adalah bentuk penyalahgunaan wewenang yang harus ditindak tegas.

 

Peran LBH Mata Elang dalam Mengawal Keadilan

Dalam menghadapi kasus yang semakin kompleks ini, LBH Mata Elang terus berkomitmen untuk mengawal kliennya. Tim LBH Mata Elang, yang diwakili oleh Paralegal Firdaus Ramadan Nugroho bersama Firman Abdul Gani, Mahasiswa Magang Fakultas Hukum UNDIP, akan terus mendampingi klien dalam proses perdata sekaligus berkoordinasi aktif dengan Ditreskrimsus Polda Jateng.

 

Langkah ini menunjukkan bahwa LBH Mata Elang tidak hanya berfokus pada penyelesaian sengketa perdata, tetapi juga proaktif dalam mengungkap akar masalah yang lebih besar, yaitu dugaan praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

 

Kesimpulan

Perkembangan kasus klien LBH Mata Elang di Pengadilan Negeri Semarang menjadi cerminan bahwa seringkali, masalah hukum yang tampak sederhana di permukaan dapat menyimpan lapisan-lapisan kompleks, termasuk dugaan tindak pidana korupsi. Koordinasi dengan Ditreskrimsus Polda Jateng adalah langkah krusial untuk memastikan bahwa keadilan tidak hanya ditegakkan di ranah perdata, tetapi juga di ranah pidana, dengan menyeret oknum-oknum yang menyalahgunakan jabatannya.

 

LBH Mata Elang akan terus berjuang untuk memastikan kliennya mendapatkan keadilan dan bahwa praktik-praktik korupsi tidak lagi merajalela di birokrasi.