Pelaku Yang Merupakan Pensiunan Perwira Akhirnya Akui Kesalahan dan Lunasi Angsuran Pertama Ganti Rugi Korban Penipuan Rekrutmen Polri

Pelaku Yang Merupakan Pensiunan Perwira Akhirnya Akui Kesalahan dan Lunasi Angsuran Pertama Ganti Rugi Korban Penipuan Rekrutmen Polri

Pelaku Yang Merupakan Pensiunan Perwira Akhirnya Akui Kesalahan dan Lunasi Angsuran Pertama Ganti Rugi Korban Penipuan Rekrutmen Polri


 

edisi lanjutan dari artikel sebelumnya: "Jalan Damai Sebelum Litigasi - Pensiunan Perwira Penuhi Undangan Klarifikasi LBH Mata Elang"

 


Semarang, 11 Desember 2025  – Setelah melalui proses investigasi hukum dan negosiasi yang intensif dan berpegang teguh pada prinsip keadilan restoratif, sebuah babak baru telah tercipta dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan terkait rekrutmen anggota Kepolisian Republik Indonesia. 


Titik Terang Kasus Penipuan Rekrutmen Polri Melalui Jalur Kekeluargaan


Hari ini, Kamis, 11 Desember 2025, menjadi hari bersejarah ketika LBH Mata Elang berhasil memediasi kesepakatan damai antara pihak korban, yang disebut sebagai PEMBERI KUASA (Pihak Pertama), dan PIHAK KEDUA, seorang pensiunan perwira dengan pangkat terakhir Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) yang diduga merupakan pelaku utama.

 

Penyelesaian kasus ini menegaskan bahwa mekanisme penyelesaian sengketa non-litigasi (di luar pengadilan) dapat menjadi jalan keluar yang efektif, cepat, dan bermartabat, asalkan didasari oleh itikad baik dan akuntabilitas pelaku. Komitmen LBH Mata Elang untuk menempuh jalur damai ini berlandaskan pada upaya optimalisasi pengembalian hak-hak korban (restitusi) tanpa harus melalui proses peradilan pidana yang panjang dan seringkali melelahkan. Korban sebagai Pihak Pertama telah memberikan kuasa khusus non-litigasi kepada LBH Mata Elang untuk menandatangani akta perdamaian ini.

 

Kronologi Singkat Perkara dan Jumlah Kerugian yang Disepakati

 

Perkara ini bermula dari janji-janji Pelaku kepada Korban hampir 3 tahun yang lalu untuk meloloskan putra korban dalam seleksi Bintara Polri dengan imbalan sejumlah dana fantastis. Ketika janji tersebut tak kunjung terealisasi, Korban mengalami kerugian materiil yang sangat besar. Proses mediasi dan negosiasi yang difasilitasi oleh LBH Mata Elang akhirnya mengerucut pada kesepakatan total pengembalian kerugian materiil sebesar Rp 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah). Jumlah ini disepakati oleh kedua belah pihak sebagai kompensasi penuh atas seluruh kerugian yang diderita Korban.

 

Kasus penipuan rekrutmen polri seperti ini seringkali sulit diselesaikan di jalur hukum formal karena kompleksitas pembuktian dan waktu yang dibutuhkan. Oleh karena itu, "langkah senyap" Tim Investigasi Hukum LBH Mata Elang dalam mengumpulkan bukti menjadi pilihan strategis untuk mengamankan hak korban dengan segera. LBH Mata Elang secara aktif memastikan bahwa Pelaku mengakui perbuatannya dan berkomitmen pada skema pengembalian yang jelas. Inilah kelebihan dari LBH Mata Elang yang diketuai oleh seorang "seniman pertempuran hukum".

 

Akta Perdamaian dengan Kekuatan Ganda: Pengakuan Utang dan Akuntabilitas Pidana

 

Dokumen yang ditandatangani pada hari ini memiliki judul yang diperkuat secara hukum, yaitu "AKTA PERDAMAIAN (DADGING) PERJANJIAN PENGAKUAN UTANG DAN GANTI RUGI". Judul ini dipilih secara strategis untuk memberikan kekuatan eksekutorial ganda, meskipun akta ini hanya ditandatangani di bawah tangan (dilegalisasi/di-waarmeking oleh Notaris).

 

Pengakuan Tersirat Perbuatan Pidana

 

Dalam Pasal 1 Akta Perdamaian tersebut, Pelaku sebagai PIHAK KEDUA secara eksplisit mengakui dan membenarkan adanya perikatan lisan/terselubung yang tidak terealisasi dan menyatakan penyesalan serta tanggung jawab penuh atas kerugian tersebut, yang secara hukum dapat dikualifikasikan sebagai Wanprestasi dan/atau dugaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan.

 

Klausul ini adalah kunci keberhasilan LBH Mata Elang. Pengakuan ini bukan hanya pengakuan utang perdata, melainkan juga pengakuan atas unsur-unsur perbuatan pidana yang mendasarinya. Hal ini sangat penting karena memperkuat posisi Korban sebagai PEMBERI KUASA, seandainya PIHAK KEDUA lalai di kemudian hari. Dokumen ini menjadi bukti otentik yang dapat digunakan untuk menindaklanjuti kasus ini ke jalur pidana tanpa perlu proses penyelidikan awal yang rumit, karena pengakuan sudah tertuang dalam akta yang disepakati bersama.

 

Skema Angsuran yang Disepakati dan Pembayaran Perdana

 

Sebagai bukti nyata itikad baik dan akuntabilitas, PIHAK KEDUA berkomitmen untuk mengembalikan total kerugian sebesar Rp 500.000.000,- dalam skema angsuran selama 5 (lima) bulan, dengan pembayaran jatuh tempo setiap tanggal 10 per bulannya.

 

Yang paling krusial, pada hari penandatanganan Akta Perdamaian ini, Kamis, 11 Desember 2025, PIHAK KEDUA telah langsung merealisasikan pembayaran angsuran pertama. Pembayaran perdana ini merupakan demonstrasi nyata dari tanggung jawab dan komitmen pensiunan perwira tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Kepastian pembayaran ini adalah esensi dari keberhasilan penyelesaian melalui jalur non-litigasi.

 

Apresiasi dan Pengurungan Upaya Hukum

 

LBH Mata Elang memberikan apresiasi tinggi atas itikad baik dan tanggung jawab yang ditunjukkan oleh Pelaku (PIHAK KEDUA). Pengakuan kesalahan dan komitmen pengembalian kerugian ini menunjukkan adanya kesadaran hukum, bahkan dari mantan aparat penegak hukum.

 

Dengan adanya Akta Perdamaian ini, dan selama PIHAK KEDUA menjalankan kewajiban angsuran secara tepat waktu, LBH Mata Elang, mewakili PEMBERI KUASA, secara tegas mengurungkan seluruh rencana upaya hukum, baik melalui jalur pidana (Laporan Polisi) maupun perdata (Gugatan Perdata) terhadap PIHAK KEDUA. Keputusan ini diambil karena tujuan utama, yaitu pengembalian kerugian korban, telah tercapai dan terikat secara hukum.

 

Ancaman Konsekuensi Hukum Jika Lalai

 

Namun, Akta Perdamaian ini juga memiliki klausul penalti yang sangat ketat di Pasal 4. Apabila PIHAK KEDUA lalai atau gagal memenuhi salah satu jadwal angsuran, maka Akta Perdamaian secara otomatis dinyatakan batal demi hukum.

 

Konsekuensinya, PEMBERI KUASA berhak penuh untuk segera mengajukan Laporan Polisi (LP) atas dugaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan, serta melakukan Gugatan Perdata atas Wanprestasi ke Pengadilan Negeri yang berwenang, tanpa perlu Somasi atau pemberitahuan lanjutan. Klausul ini berfungsi sebagai mekanisme pengamanan utama bagi Pihak Pertama, memastikan kepatuhan dan disiplin pembayaran dari Pensiunan Perwira tersebut.

 

Kesimpulan dan Pentingnya Jalur Mediasi dalam Kasus Kejahatan Ekonomi

 

Penyelesaian kasus penipuan rekrutmen polri ini adalah studi kasus yang ideal mengenai bagaimana mekanisme perdamaian dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan restoratif yang lebih cepat bagi korban, terutama dalam konteks kejahatan ekonomi di mana kerugian materiil adalah fokus utama.

 

Keberhasilan Firdaus Ramadan Nugroho sebagai Paralegal LBH Mata Elang dalam menginvestigasi sejak awal dan memastikan ganti rugi sebesar setengah miliar rupiah kembali ke tangan korban dan mengikat pelaku secara hukum dalam Akta Perdamaian yang kuat membuktikan bahwa Paralegal yang berkompeten lahir dari program pelatihan yang berkualitas. Kasus ini membuktikan bahwa akuntabilitas pidana dapat dipenuhi melalui pertanggungjawaban perdata yang tulus dan terikat, sehingga menghemat sumber daya hukum negara dan waktu.

 

LBH Mata Elang mengajak masyarakat yang memiliki perhatian kepada dunia hukum dan berminat untuk turut serta dalam memberikan bantuan hukum, dapat mengikuti Program Pelatihan Paralegal yang sudah terbukti banyak mencetak paralegal yang berkualitas dan berkompeten seperti program pelatihan yang diselenggarakan oleh LBH Mata Elang.