LBH Mata Elang Menyikapi Undang-Undang Penyesuaian Pidana - Jadi Kunci Penting Menuju KUHP Baru Indonesia

LBH Mata Elang Menyikapi UU Penyesuaian Pidana - Jadi Kunci Penting Menuju KUHP Baru Indonesia

LBH Mata Elang Menyikapi Undang-Undang Penyesuaian Pidana - Jadi Kunci Penting Menuju KUHP Baru Indonesia


 

Masyarakat Indonesia, bersiaplah! Langkah besar menuju pembaruan hukum pidana nasional telah mencapai titik penting. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI baru saja mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyesuaian Pidana menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna yang digelar pada Senin, 8 Desember 2025 kemarin.

 

Pengesahan ini bukan sekadar formalitas, melainkan pondasi krusial yang akan memastikan seluruh aturan pidana di Indonesia selaras dan harmonis sebelum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang baru resmi berlaku pada Januari 2026. Dengan disahkannya UU ini, kita akan memiliki sistem pemidanaan nasional yang lebih terpadu, adil, dan modern.

 

Kenapa UU Penyesuaian Pidana Ini Sangat Penting?

Mungkin Anda bertanya, kenapa harus ada UU tambahan lagi? Jawabannya sederhana: harmonisasi.

 

Indonesia kini memiliki KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) yang membawa banyak perubahan fundamental dalam sistem pemidanaan nasional, termasuk kategori denda yang baru dan penghapusan beberapa jenis pidana. Namun, ratusan Undang-Undang sektoral di luar KUHP (seperti UU Narkotika, UU Korupsi, dll.) dan ribuan Peraturan Daerah (Perda) masih menggunakan aturan pidana lama.

 

Bayangkan jika KUHP baru berlaku tanpa penyesuaian: akan terjadi chaos hukum!

 

Tumpang Tindih Aturan 

Satu perbuatan bisa dihukum berbeda oleh KUHP baru dan UU sektoral yang lama.

 

Kekosongan Hukum 

Beberapa jenis hukuman lama dihilangkan di KUHP baru, tapi masih ada di UU sektoral.

 

Disparitas Pidana 

Hukuman untuk kasus serupa bisa jadi tidak konsisten di berbagai daerah atau UU.

 

Inilah tugas utama UU Penyesuaian Pidana. membersihkan, merapikan, dan menyelaraskan semua aturan pidana yang tercecer di berbagai regulasi, sehingga semuanya nyambung dengan semangat dan ketentuan dalam KUHP Nasional yang baru.

 

Mendapat Restu Penuh dari Pemerintah dan DPR

Persetujuan UU ini berjalan mulus. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, selaku pimpinan rapat paripurna, mengesahkan UU ini setelah mendengar suara mayoritas anggota dewan yang serentak menyatakan setuju.

 

Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, mewakili Presiden, menegaskan bahwa pemerintah sangat mendukung RUU ini. Beliau menyampaikan bahwa UU ini adalah langkah yang tidak bisa ditunda untuk menyiapkan Indonesia menghadapi era baru sistem pemidanaan.

 

"Penyusunan RUU ini tidak hanya memenuhi amanat KUHP Nasional, tapi juga memastikan sistem pidana nasional terpadu, konsisten, dan sesuai perkembangan masyarakat," ujar Menteri Hukum.

 

Tiga Pilar Utama yang Diatur dalam UU Penyesuaian Pidana

UU Penyesuaian Pidana ini fokus pada tiga substansi utama yang menjadi kunci harmonisasi hukum di Indonesia:

 

1. Penyesuaian Pidana dalam UU di Luar KUHP Nasional (UU Sektoral)

Bagian ini adalah area yang paling luas. Tujuannya adalah memastikan semua UU yang memiliki unsur pidana (di luar KUHP) menggunakan standar pemidanaan yang sama dengan KUHP baru. Penyesuaian utamanya meliputi:

 

Penghapusan Pidana Kurungan 

Pidana kurungan sebagai pidana pokok akan dihapus. Ini adalah langkah besar menuju penghapusan hukuman yang dianggap kurang modern.

 

Penyesuaian Kategori Denda 

Semua denda dalam UU sektoral wajib disesuaikan dengan sistem kategori denda yang baru dalam KUHP. Hal ini menciptakan standar denda nasional yang konsisten dan proporsional.

 

Penataan Ulang Pidana Penjara 

Mengatur ulang pidana penjara dan menyelaraskan pidana tambahan sesuai Buku I KUHP Nasional.

 

2. Penyesuaian Pidana dalam Peraturan Daerah (Perda)

Perda seringkali memiliki ketentuan pidana yang beragam dan terkadang tumpang tindih. UU Penyesuaian Pidana ini membuat batasan yang jelas, yaitu:

 

Pembatasan Pidana Denda  

Pidana denda dalam Perda dibatasi paling tinggi kategori III.

 

Konversi Pidana Kurungan 

Semua ketentuan pidana kurungan dalam Perda wajib diubah atau dikonversi menjadi pidana denda. Ini untuk menghilangkan pidana kurungan sebagai hukuman pokok di tingkat daerah.

 

3. Penyempurnaan terhadap Ketentuan dalam KUHP Nasional

Meskipun KUHP Nasional baru sudah disahkan, proses penyusunan yang kompleks tetap menyisakan beberapa hal yang perlu disempurnakan. Bagian ketiga ini berfokus pada:

 

Perbaikan Redaksional 

Memperbaiki kesalahan-kesalahan redaksional atau typo yang mungkin ada dalam KUHP.

 

Harmonisasi Ancaman Pidana 

Memastikan ancaman pidana konsisten dengan prinsip pemidanaan modern dan tidak lagi menggunakan pidana minimum khusus atau pemidanaan kumulatif yang dianggap kaku.

 

Batasan Norma 

Menjelaskan atau memperjelas batasan-batasan norma dalam KUHP agar tidak menimbulkan keraguan dalam penerapannya.

 

Suara Publik: Harapan Keadilan dan Perlindungan Hukum

Pengesahan UU ini disambut baik oleh berbagai pihak, termasuk organisasi bantuan hukum yang secara langsung bersentuhan dengan masalah implementasi hukum di lapangan.

 

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang, menyoroti aspek perlindungan hak-hak masyarakat. "Disahkannya UU Penyesuaian Pidana ini merupakan angin segar, khususnya bagi masyarakat yang rentan. Penghapusan pidana kurungan dan konversinya ke denda dalam Perda adalah langkah progresif," ujar nya. "Dalam praktik di lapangan, seringkali pidana kurungan dalam Perda hanya menyasar masyarakat miskin yang tidak mampu membayar denda. Dengan penyesuaian ini, kita berharap terjadi disparitas pidana yang lebih adil dan proporsional, serta fokus pada pemidanaan yang lebih humanis dan restoratif."

 

Beliau menambahkan bahwa kunci keberhasilan UU ini terletak pada implementasinya. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus memastikan sosialisasi menyeluruh agar sistem pemidanaan nasional yang baru ini benar-benar dipahami dan diterapkan secara seragam di seluruh Indonesia, tanpa memandang perbedaan daerah atau sektor.

 

Lima Pertimbangan Utama di Balik Urgensi UU Ini

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Penyesuaian Pidana, Dede Indra Permana Soediro, menjelaskan bahwa setidaknya ada lima alasan mendasar mengapa UU ini harus segera disahkan:

 

Harmonisasi Hukum Pidana 

Kebutuhan mendesak agar semua aturan pidana di Indonesia konsisten, adaptif, dan responsif terhadap perkembangan sosial.

 

Mandat KUHP Baru 

Pasal 613 KUHP Nasional secara eksplisit mewajibkan penyesuaian seluruh ketentuan pidana di luar KUHP dengan sistem kategori denda yang baru.

 

Penghapusan Pidana Kurungan 

Menghapus pidana kurungan sebagai pidana pokok, yang berarti semua pidana kurungan harus diubah menjadi pidana denda.

 

Penyempurnaan KUHP 

Memperbaiki beberapa ketentuan dalam KUHP Nasional yang membutuhkan penjelasan, perbaikan redaksional, dan penyesuaian pola perumusan hukuman.

 

Mencegah Kekacauan Hukum 

Paling penting, UU ini harus berlaku sebelum KUHP Nasional resmi berlaku pada 2 Januari 2026. Tujuannya adalah mencegah ketidakpastian hukum, tumpang tindih aturan, dan disparitas pidana sejak hari pertama berlakunya KUHP baru.

 

Singkatnya, UU Penyesuaian Pidana adalah jembatan yang menghubungkan sistem hukum pidana lama menuju era KUHP Nasional yang lebih modern. Ini adalah langkah maju yang akan membawa kejelasan, konsistensi, dan keadilan dalam penegakan hukum di Indonesia.