Menilik Pukulan Balik Terakhir: Bedah Mendalam Duplik LBH Mata Elang di Pengadilan Negeri Ungaran

Menilik Pukulan Balik Terakhir: Bedah Mendalam Duplik LBH Mata Elang di Pengadilan Negeri Ungaran

Menilik Pukulan Balik Terakhir: Bedah Mendalam Duplik LBH Mata Elang di Pengadilan Negeri Ungaran



edisi lanjutan dari artikel sebelumnya: "Analisis Replik Penggugat - Ketika Gugatan Balik PMH Dicap “Emosional” dan Obscuur Libel"



Ungaran, 28 Oktober 2025 - Proses persidangan perdata merupakan arena pertarungan argumentasi yang terstruktur dan terukur. Setelah Penggugat melayangkan gugatan (Gugatan), Tergugat memberikan tanggapan (Jawaban), dan Penggugat membalas (Replik), tibalah giliran terakhir bagi pihak yang digugat untuk menyempurnakan pembelaannya melalui Duplik. Duplik adalah jawaban final yang berfungsi untuk membantah secara total dalil-dalil baru yang muncul dalam Replik, sekaligus memperteguh posisi hukum yang telah dibangun sejak awal.

 

Agenda Duplik ini merupakan tahap krusial yang dijadwalkan pada hari ini, tanggal 27 Oktober 2025, di Pengadilan Negeri Ungaran, dalam perkara perdata Nomor 122/Pdt.G/2025/PN.Ung. Dalam kasus ini, kita melihat adanya perpaduan antara gugatan Wanprestasi (cidera janji) dari Para Penggugat dan Gugatan Balik (Rekonvensi) Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dari Tergugat yang didampingi oleh LBH Mata Elang, yang melibatkan kompleksitas harta benda perkawinan.

 

Mari kita bedah secara terpisah strategi hukum yang diusung oleh LBH Mata Elang dalam Duplik mereka, yang ditujukan untuk menolak gugatan dan memenangkan Gugatan Balik.

 

I. Strategi Eksklusi Mutlak: Duplik Turut Tergugat I

 

Posisi Turut Tergugat I dalam perkara ini adalah istimewa. Ia diseret ke persidangan hanya karena statusnya sebagai istri Tergugat, meskipun pokok sengketa berakar pada perjanjian yang hanya melibatkan Tergugat. Oleh karena itu, strategi utama Duplik Turut Tergugat I adalah Eksklusi Hukum, yakni menuntut dirinya dikeluarkan dari daftar pihak yang bertanggung jawab dalam perkara.

 

A. Mempertegas Eksepsi Salah Pihak (Error in Persona)

 

Dalam Duplik, Turut Tergugat I menepis bantahan Penggugat terhadap eksepsinya dengan senjata yang sama, namun diperkuat. Turut Tergugat I menyatakan bahwa gugatan Para Penggugat cacat formil (gebreken in de vorm) karena secara tegas melanggar dua pilar hukum.

 

Pertama, Asas Relativitas Perjanjian (Relativiteit van Overeenkomst). Turut Tergugat I berargumen bahwa perjanjian utang-piutang hanya mengikat subjek-subjek hukum yang membuatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Karena ia tidak pernah menjadi pihak yang menandatangani atau menyetujui perjanjian tersebut, tuntutan Wanprestasi kepadanya tidak memiliki dasar kausalitas hukum yang kuat.

 

Kedua, Perlindungan atas Harta Bawaan. Turut Tergugat I dengan tegas membuktikan bahwa objek sengketa, yaitu sertifikat properti, merupakan Harta Bawaan Tergugat. Dalam konteks hukum keluarga di Indonesia, khususnya merujuk pada Pasal 36 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, setiap pihak—suami maupun istri—memiliki hak penuh untuk bertindak atas harta bawaannya tanpa perlu persetujuan dari pasangan. Oleh karena itu, tindakan hukum Tergugat atas harta bawaannya adalah sah, dan Turut Tergugat I tidak dapat dimintai pertanggungjawaban maupun pelaksanaan kewajiban (specifieke nakoming).

 

Dengan dua pilar ini, Turut Tergugat I berharap Majelis Hakim Yang Mulia menyatakan Gugatan Para Penggugat terhadap dirinya Tidak Dapat Diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard - N.O.).

 

B. Menuntut Penerapan Beban Pembuktian (Actori Incumbit Onus Probandi)

 

Sebagai penutup argumennya, Duplik Turut Tergugat I menuntut agar Hakim menerapkan doktrin fundamental hukum acara perdata, yakni Actori Incumbit Onus Probandi, atau "beban pembuktian berada pada pihak yang mendalilkan."

 

Turut Tergugat I menegaskan bahwa Para Penggugat dalam Replik mereka gagal total dalam membuktikan adanya titel hukum (dasar kewajiban) yang sah dan mengikat Turut Tergugat I untuk tunduk pada tuntutan mereka. Ketiadaan bukti atas kewajiban tersebut harus berakibat pada penerapan asas Actori Non Probante Reus Absolvitur (jika Penggugat tidak dapat membuktikan dalilnya, maka Tergugat harus dibebaskan). Prinsip ini adalah kunci untuk menegakkan Kepastian Hukum yang diharapkan.

 

II. Strategi Serangan Penuh: Duplik Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi

 

Posisi Tergugat dibuat jauh lebih agresif oleh Tim Hukum LBH Mata Elang, karena ia memegang dua peran: sebagai Tergugat yang membela diri dari Wanprestasi, dan sebagai Penggugat yang menyerang balik dengan PMH. Duplik Tergugat berfokus pada penghancuran dasar gugatan Konvensi Para Penggugat dan penguatan dasar Gugatan Rekonvensi.

 

A. Mencabut Akar Wanprestasi: Menegaskan Cacat Formil

 

Menanggapi Replik Para Penggugat, Tergugat memfokuskan bantahannya pada cacat formil yang melekat pada surat gugatan.

 

Disamping itu, dalam Duplik Tergugat dicantumkan dalil bahwa permohonan Penggugat mengandung Clausula Commisoria, yaitu suatu klausul yang mengatur bahwa apabila debitur (Tergugat) cidera janji, maka kreditur (Para Penggugat) secara otomatis berhak mengambil alih kepemilikan aset agunan (sertifikat). Klausul semacam ini secara tegas dilarang oleh hukum jaminan di Indonesia karena melanggar ketertiban umum dan prinsip eksekusi jaminan. Pelaksanaan jaminan harus melalui prosedur lelang publik, bukan pengambilalihan sepihak.

 

Dengan adanya Clausula Commisoria tersebut, Tergugat berargumen bahwa permohonan menyerahkan hak atas sertifikat, menjadi tidak memiliki dasar hukum dan harus ditolak.

 

B. Memperkuat Gugatan Balik Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

 

Duplik Tergugat juga menjadi momentum untuk menepis tuduhan Para Penggugat dalam Replik yang menyatakan Gugatan Balik PMH Tergugat sebagai gugatan yang "mengada-ada" atau Obscuur Libel (kabur/tidak jelas).

 

Tergugat menegaskan kembali bahwa dalil Gugatan Balik PMH justru sangat jelas dan faktual: Para Penggugat telah menguasai sertifikat properti milik Tergugat tanpa adanya titel jaminan yang sah (yakni, tanpa Akta Pemberian Hak Tanggungan yang didaftarkan secara resmi di Kantor Pertanahan).

 

Tindakan Penggugat yang menahan dan menguasai harta benda milik Tergugat tanpa hak ini secara terang-benderang memenuhi unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Perbuatan ini tidak hanya melanggar kewajiban hukum, tetapi juga merugikan hak kebendaan Tergugat.

 

Sebagai konsekuensi dari PMH tersebut, Tergugat meminta Majelis Hakim mengabulkan tuntutan Rekonvensi secara menyeluruh, yang meliputi:

 

Pengembalian Sertifikat 

Kewajiban Para Penggugat untuk menyerahkan kembali sertifikat dalam kondisi asli, lengkap, dan tanpa beban.

 

Uang Paksa (Dwangsom) 

Tuntutan pembayaran uang paksa sebesar Rp250.000,- per hari untuk setiap keterlambatan Para Penggugat dalam menjalankan Putusan setelah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van Gewijsde). Dwangsom ini adalah instrumen ampuh untuk memastikan efektivitas pelaksanaan putusan.

 

Ganti Kerugian Immateriil 

Ganti rugi sejumlah Rp100.000.000,- atas tekanan moril dan intervensi terhadap hak kepemilikan yang ditimbulkan oleh perbuatan Para Penggugat.

 

III. Duplik Sebagai Momentum Penentu Arah

 

Secara keseluruhan, Duplik Tergugat dan Turut Tergugat I di Pengadilan Negeri Ungaran hari ini adalah respons hukum yang cerdas dan terstruktur. Turut Tergugat I bertindak sebagai penjaga pintu dengan menyingkirkan diri melalui isu Harta Bawaan dan Eksepsi Error in Persona, sementara Tergugat melakukan manuver serangan sekaligus mengukuhkan dasar Gugatan Balik (PMH) melalui Dwangsom dan ganti rugi immateriil.

 

Dengan berakhirnya agenda Duplik ini, tahapan persidangan akan beranjak dari pertukaran dokumen menuju tahap pembuktian. Di tahap ini, semua dalil dan bantahan yang diuraikan dalam Duplik harus dibuktikan kebenarannya di hadapan Majelis Hakim, baik melalui bukti surat, saksi, maupun pemeriksaan setempat. Keputusan akhir atas sengketa kompleks ini akan sangat bergantung pada seberapa kuat Tergugat dan Turut Tergugat I dapat membuktikan cacat hukum gugatan Konvensi, dan sebaliknya, seberapa berhasil Tergugat membuktikan adanya Perbuatan Melawan Hukum oleh Para Penggugat.