Berakhir Damai di Tengah Ancaman Hukum Setelah Pelaku Penyebar Data Pribadi Meminta Maaf

Berakhir Damai di Tengah Ancaman Hukum Setelah Pelaku Penyebar Data Pribadi Meminta Maaf

Berakhir Damai di Tengah Ancaman Hukum Setelah Pelaku Penyebar Data Pribadi Meminta Maaf



edisi lanjutan dari artikel sebelumnya"Waspada! Bahaya Hukum Penyebaran Nomor Telepon Tanpa Izin Menurut UU PDP"



Ungaran, 1 Oktober 2025 - Kasus dugaan penyebaran data pribadi yang melibatkan seorang wali kelas di sebuah sekolah di Ungaran, Kabupaten Semarang, dan orang tua murid, telah mencapai titik terang. Setelah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang mengirimkan surat pemberitahuan resmi kepada pihak sekolah , pihak yang diduga melakukan pelanggaran, yakni wali kelas, akhirnya mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf. Kejadian ini menjadi momentum penting untuk mengedukasi masyarakat luas tentang seriusnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan bagaimana nomor telepon—sering dianggap sepele—adalah aset krusial yang dilindungi hukum.

 

Kronologi Kasus dan Reaksi Institusi: Ketika Surat Resmi Mengubah Sikap

Awalnya, permasalahan ini bermula dari insiden yang sangat mengkhawatirkan. Klien LBH Mata Elang, seorang orang tua murid, didatangi secara tiba-tiba di lingkungan sekolah oleh pihak yang diketahui memiliki catatan kriminal di masa lalu. Setelah diinvestigasi oleh LBH Mata Elang, terungkap bahwa data pribadi klien, berupa nomor telepon dan keberadaan , telah disebarkan secara sengaja, tanpa hak, dan melawan hukum oleh wali kelas anaknya.

 

Meskipun klien telah mencoba mengkonfrontasi, wali kelas tersebut semula menolak mediasi secara kekeluargaan dan terkesan menantang. Sikap ini menunjukkan kurangnya kesadaran akan dampak serius dari perbuatannya, terutama risiko bahaya yang ditimbulkan bagi keselamatan Pemberi Kuasa dan putrinya. 

 

Intervensi Resmi Membawa Titik Balik

Titik balik terjadi setelah LBH Mata Elang melayangkan surat pemberitahuan resmi yang ditujukan kepada Kepala Sekolah. Surat ini merupakan pendahuluan sebelum somasi, memuat fakta hukum dari hasil investigasi LBH Mata Elang dan menjelaskan potensi ancaman pidana berdasarkan UU PDP.


Surat resmi ini, yang juga menyampaikan wujud itikad baik dari Pemberi Kuasa untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, berhasil mendorong pihak sekolah untuk mengambil tindakan. Setelah intervensi dari sekolah, wali kelas yang bersangkutan akhirnya menyadari kesalahannya dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya. Permintaan maaf dan pengakuan bersalah ini menjadi hasil yang diharapkan oleh Pemberi Kuasa sebagai langkah awal penyelesaian.

 

Perlindungan Data Pribadi: Nomor Telepon Bukan Informasi Publik

Kasus ini menjadi studi kasus nyata yang sangat berharga untuk edukasi hukum. Banyak masyarakat, termasuk profesional di institusi formal, masih menganggap nomor telepon sebagai informasi biasa yang bisa dibagikan dalam konteks komunikasi. Padahal, UU PDP mengklasifikasikan nomor telepon sebagai data pribadi yang wajib dilindungi.

 

Ancaman Hukum Bagi Pelaku Penyebaran Data Pribadi

UU PDP dirancang untuk melindungi setiap warga negara dari penyalahgunaan data pribadinya. Tindakan wali kelas dalam kasus ini memenuhi unsur dugaan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dan melanggar hak privasi.

 

H3: Jerat Pidana dan Denda yang Mengintai

Pelanggaran terhadap UU PDP bukanlah delik aduan biasa, melainkan memiliki konsekuensi pidana yang serius.

 

Pasal 67 ayat 2 UU PDP secara jelas mengatur sanksi bagi pihak yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya. Ancaman hukumnya meliputi:

  • Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
  • Denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

 

Kasus ini mengajarkan bahwa penyelesaian secara kekeluargaan tidak menghilangkan potensi sanksi pidana jika korban memutuskan untuk menempuh jalur hukum. Itikad baik untuk meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi perbuatan adalah langkah penting untuk mitigasi risiko hukum, namun proses hukum tetap bisa dilanjutkan.


Kewajiban Pengelola Data: Pelajaran untuk Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan seperti sekolah, dalam kasus ini, berfungsi sebagai pengendali dan/atau pemroses data pribadi orang tua murid. Mereka wajib menjamin bahwa seluruh data yang mereka kelola, termasuk nomor telepon, tidak disalahgunakan.

 

Kejadian ini menegaskan bahwa setiap individu yang bekerja di dalam institusi—mulai dari guru, wali kelas, hingga staf administrasi—memiliki tanggung jawab hukum untuk mematuhi UU PDP. Tidak ada alasan untuk menyebarkan data pribadi tanpa persetujuan eksplisit dari pemilik data.


Solusi Kekeluargaan dan Pentingnya Somasi

Meskipun kasus ini berakhir dengan permintaan maaf, LBH Mata Elang telah menunjukkan langkah hukum yang tepat. Penyampaian surat pemberitahuan resmi yang memuat ancaman somasi dan pelaporan pidana di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jawa Tengah  adalah strategi hukum yang efektif.

 

Somasi adalah peringatan hukum yang berfungsi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan masalah sebelum masuk ke ranah pengadilan. Dalam konteks UU PDP, somasi menjadi alat penekan yang kuat karena undang-undang ini termasuk lex specialis (hukum yang bersifat khusus)  dan memiliki ancaman pidana yang sangat berat.

 

Mengapa Harus Mencari Bantuan Hukum?

Ketika hak privasi dilanggar dan berpotensi membahayakan keselamatan, mencari bantuan hukum adalah langkah yang bijak. LBH Mata Elang, dalam kapasitasnya sebagai pemberi bantuan hukum, telah memberikan pendampingan yang memastikan hak-hak Pemberi Kuasa terlindungi. Pendampingan hukum memastikan bahwa:

  • Investigasi Hukum dilakukan untuk menemukan fakta dan bukti pelanggaran.
  • Langkah Hukum yang ditempuh sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
  • Proses Penyelesaian dilakukan secara profesional, baik melalui jalur kekeluargaan maupun pidana. 

Kasus ini akhirnya ditanggapi dengan baik, dan LBH Mata Elang berharap permohonan dalam surat pemberitahuan dapat menjaga nama baik dan lingkungan sekolah yang kondusif. Permintaan maaf dari wali kelas yang bersangkutan menutup babak awal permasalahan ini, namun tetap meninggalkan pelajaran penting bagi seluruh masyarakat: lindungilah data pribadimu, dan jangan pernah menyebarkan data pribadi orang lain tanpa izin.