
Waspada! Bahaya Hukum Penyebaran Nomor Telepon Tanpa Izin Menurut UU PDP
Ungaran, 24 September 2025 - Di era digital, data pribadi sering kali disalahgunakan,
bahkan di lingkungan yang seharusnya aman. Sebuah kasus hukum yang sedang
ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang di Ungaran, Kabupaten
Semarang, menunjukkan betapa seriusnya penyebaran informasi pribadi. Kasus ini
menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Kronologi Kasus: Ketika Nomor Telepon Berujung Ancaman Keselamatan
Kasus ini bermula saat seorang orang tua murid, yang
merupakan klien LBH Mata Elang, tiba-tiba dihubungi oleh seseorang yang dikenal
sebagai pihak kolega terpidana dalam sebuah kasus di masa lalu. Kejadian ini menimbulkan
tanda tanya besar, karena klien tersebut tidak pernah memberikan nomor
teleponnya kepada pihak-pihak yang dianggap berbahaya.
Puncaknya, pada 23 September 2025, salah satu pelaku mendatangi klien secara langsung di lingkungan sekolah saat jam pulang sekolah. Peristiwa ini sangat membahayakan keselamatan klien dan putrinya, mengingat ada rangkaian dugaan ancaman pembunuhan yang pernah mereka alami pada 2019 silam.
Setelah menerima kuasa, tim investigasi dari LBH Mata Elang gerak cepat melakukan investigasi dan interogasi, pelaku mengakui bahwa mereka memperoleh informasi dan data pribadi, termasuk nomor telepon klien dan keberadaannya, dari wali kelas anaknya. Wali kelas tersebut diduga telah menyebarkan nomor telepon secara sengaja, tanpa hak, dan melawan hukum, tanpa persetujuan dari klien.
Kenapa Penyebaran Nomor Telepon Termasuk Pelanggaran Hukum?
Tindakan penyebaran data pribadi tanpa izin merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Ini adalah pelanggaran serius terhadap hak privasi dan dapat menimbulkan bahaya signifikan bagi keselamatan korban.
Jerat Pidana bagi Pelaku Penyebaran Data Pribadi
Menurut Pasal 67 ayat 2 UU PDP, setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dapat dikenakan sanksi pidana. Pelaku dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4 miliar.
Hukum ini bersifat lex specialis, yang berarti memiliki kekhususan dalam penanganannya. Kasus ini dapat dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jawa Tengah karena dugaan pelanggaran terhadap UU PDP.
Langkah Hukum dan Mediasi: Upaya Penyelesaian Kasus
Meskipun wali kelas yang bersangkutan telah mengakui perbuatannya, dia menolak mediasi secara kekeluargaan dan bahkan terkesan menantang untuk disomasi. Klien LBH Mata Elang memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan terlebih dahulu sebelum menempuh jalur hukum yang lebih jauh. Namun, jika upaya kekeluargaan gagal, somasi akan tetap dilayangkan. Somasi ini menjadi langkah awal sebelum melaporkan kasus tersebut secara resmi ke pihak kepolisian.
Edukasi dan Pencegahan: Mencegah Terulangnya Kasus Serupa
Kasus ini menjadi peringatan bagi kita semua. Nomor telepon
adalah salah satu data pribadi yang harus dilindungi. Jangan pernah membagikan data
pribadi orang lain tanpa persetujuan eksplisit.
Institusi seperti sekolah harus memiliki kebijakan yang
ketat mengenai perlindungan data pribadi siswa dan orang tua. Edukasi tentang
UU PDP perlu dilakukan secara rutin kepada seluruh staf pengajar. Dengan
begitu, kita bisa menjaga lingkungan yang kondusif dan aman, baik secara fisik
maupun digital.
Jika Anda merasa data pribadi Anda disalahgunakan, jangan
ragu untuk mencari bantuan hukum. Perlindungan data pribadi adalah hak kita
yang dilindungi oleh hukum.