Dari Konsultasi Online ke Pengadilan Negeri Semarang, Jejak Perjuangan Korban Penipuan Kartu Kredit

Dari Konsultasi Online ke Pengadilan Negeri Semarang, Jejak Perjuangan Korban Penipuan Kartu Kredit

Dari Konsultasi Online ke Pengadilan Negeri Semarang, Jejak Perjuangan Korban Penipuan Kartu Kredit



Semarang, 20 Agustus 2025 - Berawal dari konsultasi hukum online pada tanggal 17 Agustus 2025, sebuah kasus penipuan kartu kredit yang merugikan seorang nasabah HSBC hingga ratusan juta rupiah mulai terkuak. Korban, yang identitasnya tidak disebutkan, menghubungi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang untuk meminta pandangan hukum secara online. Tim hukum LBH Mata Elang segera merespons dan mempelajari kronologi yang disampaikan oleh korban.


Berdasarkan narasi yang diberikan, korban menjadi sasaran penipuan daring oleh seseorang yang mengaku sebagai staf dari call center bank. Kejadian ini mengakibatkan 5 (lima) transaksi tidak sah di PT GDN dengan total kerugian mencapai Rp 398.000.000. Korban telah mengambil langkah awal dengan melaporkan kasusnya ke Direktorat Tindak Pidana Siber Semarang, mengajukan surat sanggahan resmi kepada pihak bank, dan juga menghubungi pihak marketplace.


Kejanggalan dalam Kasus: Dugaan Kuat Kelalaian Bank

 

Setelah melakukan analisis bukti-bukti awal, tim LBH Mata Elang menemukan beberapa kejanggalan serius yang mengarah pada dugaan kelalaian dari pihak bank. Kejanggalan-kejanggalan ini menjadi fondasi kuat untuk menuntut pertanggungjawaban bank atas kerugian yang dialami korban.


Pertama, kenaikan limit kartu kredit utama korban secara drastis dari Rp 54.000.000 menjadi Rp 355.500.000 dalam waktu hanya 10 bulan. Kenaikan ini terjadi tanpa adanya pemberitahuan atau permintaan dari korban. LBH Mata Elang menilai kenaikan limit yang tidak wajar ini berpotensi dianggap sebagai kelalaian. Logikanya, jika limit kartu tidak dinaikkan, kerugian yang dialami korban tidak akan mencapai jumlah sebesar itu.

 

Kedua, transaksi penipuan terjadi pada kartu tambahan yang tidak disadari atau bahkan lupa keberadaannya oleh korban. Kartu tambahan ini juga tidak pernah digunakan atau diaktifkan oleh korban. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan signifikan dalam sistem keamanan bank terkait prosedur penerbitan dan aktivasi kartu.

 

Ketiga, riwayat pemakaian kartu kredit korban selama 3 tahun terakhir rata-rata selalu di bawah Rp 3.000.000. Angka ini sangat kontras dengan kenaikan limit yang mencapai Rp 355.500.000, menguatkan dugaan bahwa bank tidak menerapkan prinsip kehati-hatian yang seharusnya.

 

Dasar Hukum dan Perlindungan Konsumen: Landasan Gugatan Korban

 

LBH Mata Elang meyakini bahwa korban memiliki landasan hukum yang kuat untuk menuntut pertanggungjawaban bank. Beberapa dasar hukum yang relevan telah diidentifikasi:

 

Undang-Undang Perlindungan Konsumen 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, korban sebagai konsumen memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik dan keamanan atas produk yang digunakannya.

 

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 

POJK Nomor 6/POJK.07/2022 yang telah disempurnakan dengan diterbitkannya POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan mewajibkan lembaga jasa keuangan bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian mereka. Ini adalah dasar hukum yang sangat krusial dalam kasus ini.

 

Peraturan Bank Indonesia (PBI)  

PBI Nomor 11/11/PBI/2009 mewajibkan bank untuk menyediakan sistem dan prosedur yang aman guna mencegah penyalahgunaan kartu kredit.

 

Berdasarkan dasar hukum tersebut, LBH Mata Elang menilai bahwa ada potensi kuat untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.

 

Strategi Hukum: Dari Pengaduan Hingga Gugatan Perdata

 

Pada hari ini, 20 Agustus 2025, korban membuat janji untuk bertemu langsung dengan Tim Hukum Mata Elang di Pengadilan Negeri Semarang. Kebetulan, tim LBH Mata Elang, Ananta Granda Nugroho dan Firdaus Ramadan Nugroho, memiliki agenda pendampingan sidang di lokasi tersebut, sehingga pertemuan ini bisa sekaligus dilakukan untuk mempersiapkan langkah-langkah selanjutnya. Pertemuan ini akan dimanfaatkan untuk mematangkan strategi hukum yang telah direkomendasikan sebelumnya.

 

Berikut adalah langkah-langkah yang akan ditempuh:

  

Mengikuti Perkembangan di Kepolisian dan Bank 

Korban harus terus berkoordinasi dengan Kepolisian Siber dan pihak bank untuk mendapatkan salinan laporan polisi dan surat tanggapan resmi dari bank terkait sanggahan yang telah diajukan.

 

Mengajukan Pengaduan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 

Ini adalah langkah paling efektif. Jika tanggapan bank tidak memuaskan atau menolak untuk menanggung kerugian, korban akan disarankan untuk segera mengajukan pengaduan resmi ke OJK. Pengaduan ini bisa diajukan secara daring atau langsung ke kantor OJK terdekat, dengan menyertakan semua kejanggalan yang ditemukan, seperti kenaikan limit tidak wajar dan penggunaan kartu tambahan.

 

Mempersiapkan Bukti-Bukti 

Tim hukum akan membantu korban mengumpulkan semua bukti yang relevan, termasuk laporan polisi dari Polda Jawa Tengah, rekening koran yang menunjukkan kenaikan limit tidak wajar, bukti komunikasi dengan call center bank, dan salinan surat sanggahan yang telah dikirimkan.


Menyiapkan Gugatan Perdata 

Jika semua upaya di atas tidak membuahkan hasil, LBH Mata Elang siap untuk mempertimbangkan pengajuan gugatan perdata atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) kepada pihak bank. Gugatan ini akan menuntut pertanggungjawaban bank atas kelalaiannya yang telah menimbulkan kerugian besar bagi korban.

 

 

Harapan dan Penegasan Hak Konsumen

 

Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh konsumen jasa keuangan untuk selalu waspada dan teliti. Ini juga menjadi ujian bagi industri perbankan di Indonesia dalam menjalankan prinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen. LBH Mata Elang berkomitmen untuk mendampingi korban dalam setiap langkah hukum yang akan diambil, memastikan bahwa hak-hak konsumen benar-benar terlindungi dan pelaku kejahatan siber dapat ditindak sesuai hukum yang berlaku.