
Bumerang bagi Sejumlah Oknum Pejabat yang Berani Melempar Tanggung Jawab!
Kebenaran Akan Menemukan Jalannya Sendiri
edisi lanjutan dari artikel : "Sidang Mediasi Gugatan Terhadap Sejumlah Oknum Pejabat Kementerian Terus Berlanjut"
Semarang, 12 Juni 2025 – Angin segar keadilan mulai berembus di tengah pusaran dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) di salah satu kementerian. Sebuah babak baru yang penuh harapan terkuak
di persidangan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) pada Kamis, 12 Juni 2025,
membuktikan bahwa keberanian seorang pegawai, yang didampingi oleh semangat
juang Tim LBH Mata Elang, mampu mengguncang tembok keangkuhan. Turut hadir srikandi-srikandi hukum dari Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Najwa Khairani Putri R, Veyza Olivia dan Amelia Pingkan.
Fakta Memilukan Terungkap
Para oknum pejabat yang
seharusnya menjadi garda terdepan integritas justru berbalik menuduh pegawai
tak berdosa, yang tak memiliki secuil pun wewenang dalam pengelolaan dana vital
ini. LBH Mata Elang, dengan jiwa kekeluargaan dan semangat dialog, telah
berulang kali mencoba meraih tangan para oknum ini untuk sebuah klarifikasi.
Namun, yang mereka dapatkan justru sikap acuh tak acuh, bahkan tantangan angkuh dari salah seorang pejabat yang mengatakan : "Tidak mungkin kami bisa dikasuskan." Kata-kata ini, yang seharusnya
memadamkan semangat, justru membakar bara keadilan di hati LBH Mata Elang!
Situasi yang terkuak gamblang di ruang sidang PMH ini adalah bukti tak terbantahkan: Kebenaran adalah bumerang yang akan menghantam siapa pun yang mencoba menyembunyikannya. Hakim mediasi dengan tegas menyatakan bahwa tuduhan para oknum pejabat itu adalah ilusi belaka, tanpa dasar. Bahkan, jika pun segala tuduhan mereka itu benar, justru itu adalah pengakuan telanjang atas kegagalan dan pelanggaran terang-terangan terhadap Petunjuk Teknis (Juknis) pengelolaan dana BOS yang mereka lakukan (korupsi).
Tak seperti biasanya, terlihat Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Mata Elang, bahkan memutuskan turun tangan langsung mendampingi jalannya sidang
pada Kamis, 12 Juni 2025. Ini menandakan ada sesuatu yang tidak beres menurut beliau. Keputusan ini diambil setelah serangkaian aduan
mengkhawatirkan masuk, baik dari klien maupun beberapa mahasiswa magang yang
turut menjadi pendamping hukum pada agenda sidang sebelumnya. Mereka melaporkan adanya upaya intimidasi
serius dari sejumlah oknum, terutama seorang oknum yang selama ini dikenal sebagai "pembela kaum yang lemah". Namun, realitas di
lapangan yang mereka alami sendiri ternyata berbanding terbalik dengan citra tersebut, menimbulkan kekecewaan dan
pertanyaan besar bagi para mahasiswa.
Juknis Pengelolaan Dana BOS adalah mercusuar kebenaran. Ia
dengan jelas menerangi siapa yang sesungguhnya memegang tongkat estafet
tanggung jawab atas keamanan dan akuntabilitas setiap tetes dana BOS. Mereka
yang ditunjuk dan memiliki otoritas dalam struktur pengelolaanlah yang memikul
beban ini, bukan para pegawai yang tak bersalah!
LBH Mata Elang tak kenal lelah menjelaskan, Juknis ini bukan
sekadar lembaran kertas, melainkan panduan yang mengatur setiap denyut
nadi penyaluran, pencairan, penggunaan, hingga pelaporan dana BOS. Sebuah
sistem yang dirancang untuk menjadi benteng akuntabilitas, mencegah setiap
celah penyalahgunaan.
"Setiap individu yang terlibat dalam pusaran dana BOS,
dari pucuk pimpinan hingga pelaksana, telah dibekali peran dan tanggung jawab
yang gamblang dalam Juknis," tambah Ananta Granda Nugroho, Ketua Tim
Pendampingan Hukum, dengan tatapan tajam nan optimis. "Kami tak akan
goyah. Sebagaimana pesan tegas Ketua LBH Mata Elang, investigasi lanjutan dan jalur hukum lainnya (pidana) akan mulai dilakukan, dan diharapkan menjadi obor yang membakar kegelapan, memastikan
sorotan jatuh tepat pada mereka yang seharusnya bertanggung jawab, sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku."
Kini, LBH Mata Elang, bersama tim gabungan yang tak
tergoyahkan, terus mengayunkan palu keadilan. Investigasi hukum terus
berdenyut, membongkar setiap lapisan fakta di balik dugaan penyimpangan ini.
Koordinasi dengan berbagai pihak terus dirajut, demi memastikan proses hukum
yang transparan dan keadilan yang utuh.
Kasus ini adalah lonceng peringatan yang berdentang keras bagi setiap pejabat, setiap pihak yang berwenang dalam mengelola dana publik. Mengalihkan tanggung jawab kepada yang tak bersalah adalah dosa besar, terutama ketika regulasi telah berbicara dengan lantang. Tim Investigasi Hukum yang dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal LBH Mata Elang, Firdaus Ramadan yang terkenal dengan "langkah senyap"nya tak akan surut sejengkal pun. Mereka berkomitmen penuh untuk mengawal kasus ini hingga titik darah penghabisan, demi tegaknya keadilan dan lahirnya tata kelola dana publik yang bersih dan berintegritas di sektor pendidikan. Ini bukan hanya perjuangan hukum, ini adalah perjuangan moral untuk masa depan bangsa!