E-Litigasi di PN Ungaran: Strategi Pengajuan Bukti Surat Penggugat dalam Sengketa Properti

E-Litigasi di PN Ungaran: Strategi Pengajuan Bukti Surat Penggugat dalam Sengketa Properti

E-Litigasi di PN Ungaran - Strategi Pengajuan Bukti Surat Penggugat dalam Sengketa Properti



edisi lanjutan dari artikel sebelumnya "Disiplin Penggugat Mandiri vs. Duplik Pengacara Lawan - Pukulan Prosedural di Meja Hijau"



Ungaran, 3 November 2025 - Tahap pembuktian dalam suatu proses peradilan perdata seringkali dianggap sebagai jantung dari keseluruhan sengketa. Pada tahap inilah, para pihak—khususnya Penggugat dan Tergugat—berkesempatan untuk meyakinkan Majelis Hakim bahwa dalil-dalil yang mereka ajukan adalah benar dan berdasar hukum. Salah satu alat bukti yang paling dominan dan vital adalah bukti surat. Memahami prosedur, jenis, dan strategi pengajuan bukti surat, terutama dalam konteks persidangan elektronik (e-litigasi) di Pengadilan Negeri Ungaran seperti agenda hari ini, adalah kunci bagi masyarakat umum yang tengah berhadapan dengan masalah hukum.

 

Mengapa Bukti Surat Menjadi Alat Bukti Utama? (Pasal 1866 KUHPerdata)

 

Dalam hukum acara perdata Indonesia, dikenal lima jenis alat bukti sah, yaitu: surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Di antara kelimanya, bukti surat memegang peranan yang sangat penting karena sifatnya yang otentik dan tertulis.

 

Bukti surat, berdasarkan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), adalah prioritas pertama dalam sistem pembuktian. Sebuah dokumen tertulis menawarkan kepastian dan kejelasan yang solid mengenai suatu perikatan atau peristiwa hukum, jauh lebih kuat dibandingkan kesaksian lisan semata yang rentan terhadap lupa atau bias.

 

Jenis-Jenis Bukti Surat dan Kekuatan Pembuktiannya

 

Secara umum, bukti surat dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yang masing-masing memiliki kekuatan pembuktian yang berbeda:

 

Akta Otentik 

Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang (Notaris atau PPAT). Contohnya termasuk Sertipikat Hak Milik (SHM), Akta Jual Beli (AJB), atau putusan pengadilan. Akta otentik memberikan kekuatan pembuktian sempurna (Pasal 1870 KUHPerdata), artinya Majelis Hakim wajib menganggap apa yang termuat di dalamnya adalah benar.

 

Akta di Bawah Tangan 

Surat yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak saja (seperti Surat Perjanjian Jual Beli biasa atau kwitansi). Akta ini baru memiliki kekuatan pembuktian setara akta otentik apabila diakui kebenarannya oleh pihak yang bersangkutan atau disahkan melalui waarmerking (legalisasi).

 

Struktur dan Strategi Pengajuan Daftar Bukti Penggugat

 

Dalam kasus sengketa perdata, seperti gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terkait jual beli properti, Penggugat harus menyusun Daftar Bukti Surat secara sistematis. Berdasarkan dokumen kasus yang sedang berjalan (Nomor Perkara 127/Pdt.G/2025/PN Unr), Penggugat berfokus membuktikan beberapa unsur kunci:

 

Pembuktian Perikatan dan Kerugian

 

Daftar bukti yang diajukan Penggugat disusun untuk membuktikan dalil-dalil dalam Posita gugatan:

 

Bukti Perikatan Awal 

Dalam kasus ini, bukti-bukti seperti Tangkapan Layar (Screenshot) Postingan Iklan Jual Beli Rumah dan Percakapan WhatsApp antara Penggugat dan Tergugat (seperti pada bukti P-2 dan P-3 dalam daftar) digunakan untuk membuktikan adanya penawaran, kesepakatan, dan tindak lanjut dari kesepakatan (Pasal 1320 KUHPerdata) yang menjadi dasar perikatan jual beli.

 

Bukti Pembayaran dan Kerugian Materiil 

Bukti transfer uang muka (uang panjar) dan kwitansi pengeluaran lain-lain (P-21 hingga P-24) adalah dokumen vital untuk membuktikan jumlah kerugian materiil (materiële schade) yang diderita Penggugat akibat dugaan PMH yang dilakukan Tergugat.

 

Bukti Legalitas Objek Sengketa 

Sertipikat Hak Milik (SHM) yang menjadi objek sengketa sangat penting. Bukti legalitas ini juga menjadi dasar permohonan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) yang diajukan Penggugat agar aset tidak dipindahtangankan selama proses persidangan berjalan.

 

Tantangan Praktis E-Litigasi: Proses Unggah Bukti via e-Court

 

Persidangan perdata saat ini banyak dilakukan secara elektronik melalui sistem e-Court. Ini membawa efisiensi waktu, namun juga tantangan praktis, terutama pada agenda pengajuan bukti surat seperti yang dihadapi Penggugat pada sidang hari ini di PN Ungaran.

 

Konteks Agenda Hari Ini: Upload Bukti Surat

 

Pada agenda sidang hari ini, Penggugat diwajibkan untuk mengunggah (upload) salinan digital (e-doc) dari semua bukti surat yang tercantum dalam daftar. Meskipun telah menyusun Daftar Bukti Surat Penggugat yang lengkap (mencakup puluhan item seperti P-1 hingga P-24), proses di lapangan seringkali menemui hambatan:

 

Verifikasi dan Legalitas  

File digital yang diunggah harus sesuai dengan dokumen asli. Seringkali diperlukan waktu tambahan untuk memastikan bahwa fotokopi telah dilegalisir (jika diperlukan) dan hasil scan dokumen otentik memiliki kualitas yang baik.

 

Keterbatasan Waktu 

Mengunggah puluhan dokumen ke sistem e-Court memerlukan waktu, ketelitian penamaan file, dan memastikan setiap dokumen terhubung dengan kode bukti yang benar.

 

Mekanisme Permohonan Penundaan (DISUSULKAN)

 

Dalam daftar bukti Penggugat yang diajukan, terdapat kode seperti "DISUSULKAN" untuk beberapa bukti (misalnya, bukti transfer uang muka P-22). Hal ini menunjukkan adanya strategi hukum yang penting:

 

Pemberitahuan Resmi 

Penggugat secara resmi mengajukan Surat Pemberitahuan dan Permohonan Perpanjangan Waktu kepada Majelis Hakim (seperti yang dilakukan hari ini), yang pada intinya meminta waktu tambahan untuk mengunggah bukti yang belum siap.

 

Hak Pembuktian yang Terjamin 

Permohonan ini penting untuk menjamin hak Penggugat agar seluruh dalilnya dapat dibuktikan secara sempurna. Jika hakim mengabulkan, Penggugat diberikan kesempatan untuk melengkapi bukti-bukti yang ditandai "DISUSULKAN" pada sidang berikutnya.

 

Antisipasi Bukti Tambahan 

Permohonan perpanjangan waktu juga seringkali mencakup permohonan izin untuk mengajukan Daftar Bukti Surat Tambahan di kemudian hari. Dalam proses sengketa yang dinamis, seringkali bukti-bukti baru (seperti surat dari instansi tertentu) baru dapat diperoleh setelah proses persidangan berjalan. Permohonan izin ini memastikan bahwa Penggugat dapat menggunakan bukti yang ditemukan belakangan (asas audi et alteram partem).

 

Penutup: Etika dan Kesiapan Digital dalam Berperkara

 

Kasus yang bergulir di Pengadilan Negeri Ungaran ini memberikan contoh nyata bahwa litigasi modern menuntut kesiapan ganda: kesiapan hukum (substansi gugatan) dan kesiapan teknologi (administrasi e-Court). Sangat disarankan untuk:

 

Sistematisasi Bukti 

Selalu kelompokkan bukti surat sesuai dengan dalil (Posita) gugatan yang ingin dibuktikan.

 

Proaktif dan Transparan 

Bersikap proaktif dan transparan kepada Majelis Hakim. Jika ada kendala teknis dalam upload e-Court, ajukan permohonan penundaan atau penyusulan secara formal dan beretika.

 

Prioritaskan Akta Otentik 

Selalu upayakan penggunaan Akta Otentik (SHM, AJB) karena memiliki kekuatan pembuktian sempurna yang sulit digoyahkan oleh pihak lawan.

 

Dengan strategi yang matang dalam memanfaatkan sistem e-Court dan manajemen bukti surat yang baik, Penggugat dapat memastikan proses pembuktian berjalan efektif dan adil, terlepas dari tantangan teknis yang ada.