
Wanprestasi Renovasi Rumah: Mediasi Resmi Gagal, Kontraktor Siap Tempur di Meja Hijau PN Salatiga
edisi lanjutan dari artikel sebelumnya "Sengketa Kontrak Berakhir di Pengadilan: Ketika Arogan Mengakhiri Peluang Kekeluargaan"
Salatiga, 20 Oktober 2025 – Proses hukum sengketa perdata antara
kontraktor dan pengguna jasa renovasi rumah di Pengadilan Negeri (PN) Salatiga
kembali menemui jalan buntu. Agenda mediasi terakhir yang digelar hari ini, Senin
(20/10/2025), dan seharusnya menjadi kesempatan terakhir untuk mencapai
perdamaian, resmi dinyatakan gagal total.
Kegagalan ini dipicu oleh sikap kukuh dari pihak Tergugat
(pengguna jasa) yang tetap menolak segala tawaran damai dan merasa tidak
bersalah, bahkan setelah proses mediasi sebelumnya sudah menunjukkan
ketidakpedulian terhadap penyelesaian damai. Sikap ini menunjukkan tidak adanya
itikad baik dari Tergugat, yang dalam konteks hukum dapat dipandang menghambat
tujuan mediasi.
Langkah Tegas Kontraktor: Lanjut Pembacaan Gugatan
Bagi sang kontraktor, yang berjuang menuntut keadilan,
kegagalan mediasi ini menutup pintu damai. Didampingi oleh tim bantuan hukum
dari LBH Mata Elang, Penggugat kini mengambil langkah tegas untuk tetap melanjutkan
perjuangan di jalur litigasi. Ini bukan kali pertama ia bersidang. Pengalamannya memenangkan perkara serupa di PN Semarang tentunya menjadi dasar semangat untuk memperjuangkan keadilan. Majelis hakim PN Salatiga akan segera
mengeluarkan penetapan mediasi gagal, dan kasus akan dilanjutkan ke agenda
pokok perkara.
Sesuai prosedur, tahapan selanjutnya dalam persidangan
adalah Pembacaan Gugatan, yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada pekan depan.
LBH Mata Elang telah berperan vital dalam mempersiapkan seluruh dokumen hukum dan
merumuskan strategi yang matang, memastikan Penggugat—yang memilih sidang
mandiri—siap menghadapi persidangan.
"Kami menyayangkan sikap Tergugat yang arogan dan
menolak berdamai di ruang mediasi. Mediasi adalah amanat undang-undang dan
kesempatan terbaik untuk win-win solution. Karena Tergugat bersikukuh, kami
tidak punya pilihan lain selain membuktikan wanprestasi ini di
persidangan," ujar Ananta Granda Nugroho, Paralegal LBH Mata Elang.
Perjanjian Lisan: Kekuatan Hukum yang Mengikat
Kasus ini menjadi sorotan karena berakar pada perjanjian
lisan. Pihak yang ingkar janji sering berdalih bahwa perjanjian tidak sah
karena tidak tertulis. Namun, berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, suatu
perjanjian tidak harus tertulis untuk dinyatakan sah, asalkan memenuhi empat
syarat sahnya perjanjian.
Kontraktor telah memulai pekerjaan, membeli material, dan
sebagian besar pekerjaan telah diselesaikan. Bukti-bukti seperti riwayat
percakapan digital, saksi-saksi dan transfer pembayaran dinilai cukup kuat untuk membuktikan
adanya perikatan hukum yang mengikat. Hal ini memperkuat posisi Penggugat bahwa
wanprestasi—yaitu tidak membayar termin sesuai kesepakatan—telah terjadi.
Jalan Panjang Menuju Keadilan: Tahap Pembuktian Menanti
Setelah pembacaan gugatan, proses hukum akan memasuki
tahapan krusial, meliputi: Jawaban Tergugat, Replik dan Duplik, dan yang paling
penting, Pembuktian. Dalam tahap pembuktian, Penggugat dan Tergugat akan saling
mengajukan bukti tertulis, saksi, dan ahli di hadapan majelis hakim.
Perjalanan ini diperkirakan akan memakan waktu
berbulan-bulan, namun dengan keyakinan akan kebenaran, kontraktor bertekad
menempuh jalan ini demi mendapatkan hak-haknya. Kasus ini diharapkan menjadi
pelajaran penting bagi masyarakat tentang pentingnya integritas dalam berbisnis
dan hukum: bahwa setiap janji yang dibuat, baik lisan maupun tertulis, harus
dipenuhi.