
Sertifikat Rumah Disita Tanpa Dasar Hukum? Ini Strategi Gugatan Balik LBH Mata Elang di Sidang Online
edisi lanjutan dari artikel sebelumnya "Perang Hukum Dimulai - LBH Mata Elang Siap Serang Balik Gugatan Wanprestasi PN Ungaran"
Pengantar: Ketika Risiko Bisnis Berakhir di Pengadilan
Ungaran, 14 Oktober 2025 - Hari ini, Pengadilan Negeri Ungaran kembali menggelar sidang online
dengan agenda krusial: penyerahan Jawaban Gugatan dari Tergugat dan Turut
Tergugat I, yang merupakan klien dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang.
Kasus ini bukan sekadar sengketa utang piutang biasa, melainkan pertarungan
hukum yang menyoroti batas antara risiko investasi dan pelanggaran hak asasi
perdata.
Klien LBH Mata Elang, dalam posisi sebagai Tergugat (pelaku investasi)
dan Turut Tergugat I (istrinya), digugat oleh Para Penggugat karena bisnis
trading yang mengalami kerugian. Namun, tekanan yang berujung pada penyitaan
sertifikat rumah klien tanpa putusan pengadilan memaksa Tim LBH Mata Elang
untuk mengambil langkah tegas: bukan hanya menjawab, tetapi juga mengajukan
Gugatan Balik (Rekonvensi) atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Artikel ini disajikan sebagai edukasi bagi masyarakat:
bagaimana menghadapi gugatan yang tidak berdasar, dan bagaimana hukum
melindungi aset pribadi Anda dari penyitaan sewenang-wenang.
1. Strategi "Tiga Lapis" Pertahanan: Melawan Wanprestasi dengan Risiko
Para Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat telah melakukan
Wanprestasi (ingkar janji) karena gagal mengembalikan modal investasi setelah
mengalami kerugian di pasar trading.
Tim Hukum LBH Mata Elang menyusun pertahanan berlapis dengan
argumen yang membongkar hakikat perjanjian investasi:
A. Risiko Bisnis, Bukan Utang Piutang
LBH Mata Elang menegaskan bahwa hubungan hukum klien dengan
Para Penggugat adalah Perjanjian Kerja Sama Investasi yang bersifat berisiko
tinggi (high risk). Para Penggugat sendiri mengakui dalam gugatan mereka bahwa
kerugian terjadi karena sifat high risk dari pasar trading.
Dalil Hukum: Kerugian adalah konsekuensi dari Asas
Keseimbangan Risiko yang telah disepakati Para Pihak. Kerugian pasar (Force
Majeure parsial) bukanlah kelalaian yang memenuhi unsur Wanprestasi, melainkan
Risiko Bisnis yang harus ditanggung bersama.
B. Bantahan Keras Larangan Milik Beding (Clausula Commisoria)
Tuntutan utama Para Penggugat adalah agar Tergugat
diwajibkan melakukan Balik Nama Sertifikat Rumah sebagai ganti rugi. Dalil ini
dibantah keras:
Dalil Hukum: Tuntutan Balik Nama atas aset jaminan ini
melanggar Larangan Milik Beding (Clausula Commisoria)—sebuah prinsip hukum yang
melarang jaminan (seperti sertifikat) otomatis beralih kepemilikan hanya karena
adanya kegagalan bayar, tanpa melalui mekanisme lelang atau putusan pengadilan.
Tuntutan yang melanggar larangan ini adalah batal demi hukum (null and void).
C. Pembuktian Itikad Baik (Goede Trouw)
Tergugat (Klien LBH) mengakui secara tegas bahwa ia telah
memberikan Return on Investment (ROI) secara rutin hingga mencapai total
puluhan juta rupiah sebelum terjadi kerugian pasar. Pengakuan ini menjadi bukti
murni (zuivere bekentenis) di pengadilan yang membuktikan Itikad Baik Tergugat,
sekaligus menggugurkan unsur niat jahat atau kelalaian murni.
2. Perlindungan Istri: Menyerang Cacat Formil (Error in Persona)
Turut Tergugat I (Istri Tergugat) ikut digugat, padahal ia
sama sekali tidak menandatangani perjanjian investasi tersebut. Tim LBH
menggunakan Eksepsi untuk membebaskan Istri dari perkara:
A. Eksepsi Salah Pihak (Error in Persona)
Turut Tergugat I didalilkan Salah Pihak (Error in Persona)
karena ia bukan penandatangan perjanjian.
Dalil Hukum: Ini melanggar Asas Relativitas Perjanjian
(Pasal 1340 KUHPerdata), yang menyatakan perjanjian hanya mengikat pihak yang
membuatnya.
B. Aset yang Disita Adalah Harta Bawaan
Sertifikat rumah yang disita Para Penggugat adalah Harta
Bawaan Tergugat yang didapatkan sebelum ia menikah.
Dalil Hukum: Sesuai Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan, harta
bawaan berada di bawah tanggung jawab masing-masing pihak dan tidak terikat dengan
tanggung jawab harta bersama. Pengikutsertaan Turut Tergugat I menjadi tidak
relevan (non-relevance) dan harus dibebaskan dari sengketa.
3. Puncak Perlawanan: Gugatan Balik Atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Inilah serangan balik yang dilancarkan LBH Mata Elang.
Setelah membuktikan gugatan Para Penggugat lemah dan cacat, Tergugat mengajukan
gugatan balik:
A. Objek PMH: Penyitaan Sertifikat Tanpa Dasar
Para Penggugat telah menguasai Sertifikat Hak Guna Bangunan
(SHGB) klien LBH dengan cara intimidasi dan pemaksaan, tanpa adanya perjanjian
agunan yang sah, dan tanpa putusan pengadilan.
Dalil Hukum: Tindakan menguasai aset orang lain tanpa hak,
apalagi aset yang merupakan Harta Bawaan dan masih dalam proses kredit (KPR),
adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.
Penguasaan ini memenuhi unsur melawan hak (onrechtmatig) dan menimbulkan
kerugian bagi klien kami.
B. Tuntutan Hukum
LBH Mata Elang menuntut agar Para Penggugat (sebagai
Tergugat Rekonvensi) segera mengembalikan Sertifikat SHGB tersebut kepada klien
LBH dan membayar uang paksa (Dwangsom) atas setiap hari kelalaian.
Kesimpulan: Pentingnya Kepastian Hukum dan Perlindungan Aset
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat luas,
terutama yang terlibat dalam perjanjian berisiko:
Risiko Bukan Utang
Perjanjian investasi adalah risiko.
Kerugian pasar tidak serta merta mengubahnya menjadi utang wajib bayar penuh.
Harta Bawaan Dilindungi
Hukum Perkawinan memberikan
perlindungan kuat terhadap harta bawaan.
Larangan Balik Nama Paksa
Jangan pernah menyerahkan aset
jaminan yang otomatis beralih kepemilikan. Mekanisme eksekusi aset harus
melalui prosedur lelang yang sah atau putusan pengadilan, bukan melalui
perjanjian yang melanggar Larangan Milik Beding.
LBH Mata Elang yakin, dengan kombinasi pertahanan yang
solid, Eksepsi yang tajam, dan Gugatan Balik PMH yang kuat, Majelis Hakim Yang
Mulia akan menjunjung tinggi prinsip Kepastian Hukum (Rechtszekerheid) dan
memberikan Perlindungan Hukum kepada klien kami dari tindakan penyitaan aset
yang sewenang-wenang.