
Mengapa Gugatan Perbuatan Melawan Hukum? Analisis Mendalam Kasus Sengketa Properti LBH Mata Elang
edisi lanjutan dari artikel "Sengketa Tanah di Ungaran: Ketika Oknum Lurah Ikut Digugat dalam Perjuangan Keadilan"
Ungaran, 23 Agustus 2025 - Sengketa jual beli properti, yang
kerap terjadi di masyarakat, sering kali hanya dilihat dari sudut pandang
wanprestasi atau ingkar janji. Namun, kasus yang sedang ditangani oleh Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang menunjukkan dimensi yang jauh lebih kompleks dan
serius. Pada hari Sabtu, 23 Agustus 2025, tim hukum LBH Mata Elang mengajukan
draf gugatan terbaru dengan fokus pada Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH),
sebuah langkah strategis yang didasari oleh serangkaian tindakan tak
profesional dan tidak jujur dari pihak penjual dan kini, ditambah seorang lurah yang turut menjadi saksi saat transaksi.
Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa gugatan ini
bergeser dari wanprestasi menjadi PMH, menganalisis unsur-unsur hukum yang
dilanggar, serta memberikan wawasan langsung dari para personil Tim Bantuan Hukum LBH Mata Elang yang terlibat dalam penyiapan gugatan.
Kronologi Kasus: Dari Janji Manis ke Fakta Pahit
Kasus ini bermula dari kesepakatan jual beli sebuah rumah
antara seorang klien LBH Mata Elang (sebagai pembeli) dan pihak penjual. Dalam
perjanjian, penjual menjanjikan bahwa objek yang dijual adalah "rumah siap
huni" yang legalitasnya "masih dalam proses sertifikat SHM."
Klien, yang percaya dengan janji tersebut, telah membayar uang muka sebesar Rp
100.000.000,- atau 50% dari total harga.
Sesuai dengan perjanjian, setelah pembayaran uang muka,
klien sudah diizinkan untuk menempati rumah. Namun, meskipun klien telah
bersabar menunggu lebih dari satu bulan, rumah tersebut tak kunjung bisa
ditempati. Upaya mediasi secara kekeluargaan menemui jalan buntu karena pihak
penjual tidak kooperatif.
Puncak dari masalah ini adalah ketika terungkap fakta mengejutkan bahwa objek
properti tersebut, yang dijual sebagai "rumah siap huni", ternyata
dibangun di atas tanah yang masih berstatus sawah dan belum diubah
peruntukannya. Fakta ini secara fundamental merusak seluruh dasar perjanjian
dan menunjukkan adanya dugaan niat tidak baik sejak awal.
Memahami Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Gugatan PMH, yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), adalah gugatan yang diajukan ketika
seseorang menderita kerugian akibat perbuatan orang lain yang melanggar hukum,
terlepas dari ada atau tidaknya perjanjian. Hal ini berbeda dengan gugatan
wanprestasi yang hanya didasarkan pada pelanggaran isi perjanjian.
Dalam kasus ini, tim LBH Mata Elang berargumen bahwa
tindakan penjual tidak hanya sekadar ingkar janji, melainkan merupakan
Perbuatan Melawan Hukum yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
Perbuatan Melawan Hukum
Tindakan penjual yang dengan
sengaja menyembunyikan fakta bahwa tanah masih berstatus sawah, serta menjual
objek yang tidak sesuai dengan peruntukan legalnya.
Kesalahan (Schuld)
Penjual secara sadar dan sengaja
melakukan penyesatan informasi.
Kerugian (Schade)
Klien mengalami kerugian materiil berupa
uang muka yang tidak kembali dan biaya-biaya lain, serta kerugian imateriil
berupa waktu dan tekanan psikologis.
Hubungan Kausalitas
Kerugian yang diderita klien adalah
akibat langsung dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan penjual.
"Gugatan PMH adalah pilihan yang paling tepat karena
kasus ini bukan hanya tentang janji yang tidak ditepati," ujar Ananta
Granda Nugroho, perwakilan dari LBH Mata Elang yang memimpin tim bantuan hukum. "Ini adalah
tentang niat jahat penjual yang sejak awal sudah tahu bahwa tanah tersebut
tidak bisa digunakan sebagai rumah, namun tetap menjualnya untuk keuntungan
pribadi. Tindakan seperti ini adalah perbuatan melawan hukum yang sangat
merugikan."
Alasan Kuat Penambahan Lurah sebagai Turut Tergugat
Langkah paling berani dari tim LBH Mata Elang adalah dengan menambahkan
lurah yang sebelumnya menjadi saksi, kini menjadi Turut Tergugat.
Keputusan ini diambil setelah lurah tersebut, yang telah mengetahui
bahwa klien didampingi oleh kuasa hukum, justru menghubungi klien secara
personal untuk mencoba menggiringnya menyelesaikan masalah di luar jalur hukum dan tidak menanggapi dengan baik permohonan surat keterangan tanah yang pernah diminta.
Pejabat tersebut menyarankan klien untuk tidak melanjutkan
proses hukum dengan alasan "tidak menguasai masalah" dan adanya
"potensi tersangkut-sangkutnya" pihak lain, termasuk dirinya.
Seandainya saja lurah tersebut bersedia untuk kooperatif memberikan surat keterangan mengenai status tanah yang diperjualbelikan dimana dirinya turut menjadi saksi, tentunya tidak akan dilibatkan sebagai turut tergugat.
Ulasan dari Tim Hukum LBH Mata Elang
Kasus ini menjadi proyek penting bagi seluruh anggota tim
LBH Mata Elang. Masing-masing anggota tim memberikan pandangannya terkait
persiapan gugatan ini:
Andre Dwi Hermawan, yang bertanggung jawab pada aspek
investigasi dan dokumen, menekankan pentingnya transparansi dalam transaksi
properti. "Setiap dokumen dan informasi yang diberikan oleh penjual harus
dicek silang. Dalam kasus ini, ketidakjujuran mengenai status tanah adalah
pelanggaran fundamental yang harus ditindak tegas," katanya.
"Ini adalah intervensi yang sangat tidak etis dan melampaui batas kewenangan," tegas Firdaus Ramadan Nugroho yang berpengalaman dalam menyusun sebuah gugatan yang tajam dan tak terbantahkan. Ia menambahkan, "Seorang pejabat publik seharusnya memfasilitasi dan mendukung proses hukum, bukan justru mencoba menghalanginya. Tindakannya bisa dikategorikan sebagai PMH karena telah menghalangi hak klien untuk mendapatkan keadilan".
Satria Ridwan Herlambang, seorang paralegal yang baru
bergabung dan turut membantu dalam penyusunan gugatan, menyoroti pentingnya
setiap bukti. "Bahkan percakapan di aplikasi pesan seperti WhatsApp bisa
menjadi alat bukti yang sangat kuat. Transkrip dan screenshot percakapan dengan lurah itu
menjadi bukti tak terbantahkan tentang adanya intervensi yang tidak sah,"
ujarnya.
Pelajaran Berharga untuk Masyarakat
Kasus ini memberikan banyak pelajaran krusial bagi
masyarakat yang ingin melakukan transaksi properti:
Selalu Waspada Terhadap Iklan
Jangan mudah tergiur dengan
iklan properti yang terlalu bagus. Selalu verifikasi setiap informasi yang
diberikan.
Cek Legalitas Objek
Pastikan Anda mengecek legalitas
properti di Kantor Pertanahan setempat atau notaris. Pastikan tidak hanya status
kepemilikan (SHM), tetapi juga peruntukan tanahnya. Banyak kasus terjadi di
mana properti memiliki SHM, namun peruntukannya masih sawah atau tanah
pertanian.
Libatkan Ahli Sejak Awal
Libatkan notaris, pejabat pembuat
akta tanah (PPAT), atau advokat sejak awal proses. Biaya yang dikeluarkan untuk
konsultasi jauh lebih kecil dibandingkan kerugian yang mungkin Anda alami.
Dokumentasikan Semua Komunikasi
Simpan semua bukti
komunikasi, baik itu percakapan lisan, pesan teks, atau email. Bukti-bukti ini
akan sangat berguna jika terjadi sengketa di kemudian hari.
Kesimpulan
Langkah strategis LBH Mata Elang dalam mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum menunjukkan komitmen untuk melawan ketidakjujuran dan ketidakadilan. Dengan menuntut tidak hanya penjual, tetapi juga sang lurah yang berpotensi menghalangi klien untuk mendapatkan keadilan, tim ini mengirimkan pesan kuat bahwa setiap orang, terlepas dari posisinya, memiliki tanggung jawab untuk bertindak jujur dan profesional. Gugatan ini diharapkan tidak hanya membawa keadilan bagi klien, tetapi juga menjadi preseden penting bagi kasus-kasus serupa di masa depan.