LBH Mata Elang Menggugat Keadilan - Dugaan Pelanggaran Prosedur dan Kode Etik Hakim di Pengadilan Agama Mengguncang Peradilan !
Edisi lanjutan dari artikel : "Pendampingan LBH Mata Elang dalam Perkara Pelanggaran Prosedur di Pengadilan"
Semarang, 27 Mei 2025 – Sebuah gelombang keberanian
mengguncang dunia peradilan ! Komisi Yudisial Republik Indonesia, garda terdepan
penjaga etika hakim, menerima pengaduan serius terkait dugaan pelanggaran
prosedur persidangan dan kode etik yang dilakukan oleh Majelis Hakim di sebuah Pengadilan
Agama. Di balik perkara cerai talak, terungkap
potensi ketidakberesan yang mencoreng wajah keadilan.
Dalam pusaran kasus ini, seorang Termohon dengan inisial
E.K.S., dengan gagah berani didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mata Elang yang diwakili oleh salah satu pendekar keadilannya, Ananta Granda Nugroho, mengangkat suara lantang menuntut
transparansi dan akuntabilitas. Mereka tidak gentar
membongkar dugaan penyimpangan yang terjadi dalam proses persidangan.
Inilah poin-poin krusial yang menjadi sorotan tajam dalam pengaduan ini
1. Misteri Kuasa Hukum Lawan: Keterlibatan yang Janggal !
Gugatan cerai talak dan replik awal dilayangkan oleh Penggugat/Pemohon tanpa pendampingan kuasa hukum. Namun, secara tiba-tiba, seorang kuasa hukum muncul di dalam putusan, terdaftar di Pengadilan Agama tanpa sepengetahuan E.K.S. ! Sebuah kejanggalan yang menimbulkan tanda tanya besar : Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar ?
2. Catatan Persidangan vs. Putusan: Sebuah Pertentangan yang Mencurigakan
Terungkap ketidaksesuaian yang mencolok antara fakta persidangan yang terjadi dengan catatan yang tertuang dalam putusan pengadilan. Contohnya, permintaan duplik rekonvensi oleh Majelis Hakim pada tanggal 24 April 2025, padahal dokumen duplik itu sendiri telah diserahkan jauh sebelumnya dan keberadaannya telah diakui dalam putusan. Apakah ini sekadar kesalahan administrasi, atau ada sesuatu yang lebih dalam ?
3. Pencabutan Gugatan : Sebuah Keputusan Sepihak yang Melukai Keadilan !
E.K.S. merasa dikhianati ketika mengetahui bahwa pencabutan gugatan oleh Penggugat/Pemohon dilakukan tanpa pemberitahuan atau persetujuan darinya. Sebuah pelanggaran hukum acara. Lebih menyakitkan lagi, putusan pengadilan justru menyatakan bahwa E.K.S. tidak keberatan dengan pencabutan tersebut ! Kebohongan yang jelas-jelas merobek rasa keadilan !
4. Penyitaan Buku Nikah : Tindakan Semena-mena yang Melanggar Hukum !
Dua buku nikah milik E.K.S. sempat disita oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama tersebut tanpa dilengkapi surat perintah penyitaan atau tanda terima yang sah. Tindakan ini bukan hanya melanggar prosedur hukum yang berlaku, tetapi juga merugikan E.K.S. secara materiil dan emosional.
Komisi Yudisial Bergerak Cepat !
Menyikapi pengaduan dari LBH Mata Elang yang menggemparkan ini, Komisi Yudisial
Republik Indonesia tidak tinggal diam. Mereka segera bertindak dengan memanggil
E.K.S. bersama LBH Mata Elang untuk memberikan keterangan lebih lanjut dan menyerahkan bukti-bukti
pendukung. Langkah cepat dan tegas ini menunjukkan komitmen Komisi Yudisial
dalam menegakkan keadilan dan memberantas segala bentuk pelanggaran etika di
kalangan hakim.
Keadilan Harus Ditegakkan !
Kasus ini menjadi momentum penting bagi kita semua untuk
mengawal proses peradilan dengan seksama. Kita harus memastikan bahwa setiap
warga negara mendapatkan perlakuan yang adil dan setara di mata hukum. LBH Mata
Elang melalui peran Senior Paralegalnya, Ananta Granda Nugroho, telah menunjukkan keberanian dalam membela
kebenaran. Sekarang, saatnya bagi kita semua untuk bersatu dan mendukung upaya
penegakan keadilan di Indonesia !