Integritas Persidangan Teruji: Mempertanyakan Keabsahan Kuasa Hukum di Pengadilan Negeri dan Hak Penggugat

Integritas Persidangan Teruji: Mempertanyakan Keabsahan Kuasa Hukum di Pengadilan Negeri dan Hak Penggugat

Integritas Persidangan Teruji: Mempertanyakan Keabsahan Kuasa Hukum di Pengadilan Negeri dan Hak Penggugat


Edisi lanjutan dari artikel : "Perjuangan Keadilan Terus Berlanjut: Gugatan Dibacakan dalam Sidang PMH Sejumlah Oknum Pejabat"


"Sebuah kasus perdata di Pengadilan Negeri mempertanyakan keabsahan kuasa hukum pihak lawan yang muncul tiba-tiba di e-court. Pahami mengapa verifikasi kuasa hukum itu krusial, dasar hukumnya dalam UU Advokat dan HIR, serta bagaimana seorang Penggugat dapat mengajukan keberatan demi integritas persidangan. Sebuah panduan penting untuk menjaga proses hukum yang adil dan transparan."

 

Dalam setiap proses hukum, terutama persidangan perdata, prinsip keadilan dan kepastian hukum adalah fondasi utama. Salah satu elemen krusial yang menopang fondasi tersebut adalah keabsahan kuasa hukum yang mewakili para pihak. Kehadiran pihak yang berwenang dan secara sah mewakili kepentingan kliennya bukan hanya formalitas, melainkan jaminan bahwa hak-hak para pihak akan diperjuangkan secara benar dan sesuai prosedur. Namun, bagaimana jika dalam sebuah persidangan, muncul keraguan serius terhadap legalitas perwakilan salah satu pihak?

 

Baru-baru ini, Tim Paralegal LBH Mata Elang mendapati sebuah kasus di Pengadilan Negeri di Semarang. Klien LBH Mata Elang yang bertindak sebagai seorang Penggugat dalam perkara perdata mengajukan permohonan keberatan dan pemeriksaan keabsahan kuasa hukum dari pihak Tergugat dan Turut Tergugat. Keberatan ini muncul setelah adanya kejanggalan yang ditemukan oleh Tim Paralegal LBH Mata Elang dalam kemunculan kuasa hukum baru di tengah proses persidangan yang sebelumnya berjalan tanpa pendampingan hukum bagi pihak lawan. Peristiwa ini memicu diskusi penting tentang bagaimana Majelis Hakim dan para pihak harus memastikan integritas setiap tahapan persidangan, terutama di era digital seperti sekarang.

 

Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengapa pemeriksaan keabsahan kuasa hukum sangat penting, dasar hukum yang mendasari keberatan Penggugat, serta implikasi dari ketidakpatuhan terhadap prosedur yang semestinya. LBH Mata Elang memandang pentingnya transparansi dan kepastian hukum dalam setiap proses peradilan, dan kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana upaya Penggugat untuk menegakkan prinsip-prinsip tersebut.

 

Latar Belakang Keberatan Penggugat: Munculnya Kuasa Hukum di Tengah Jalan

Dalam perkara perdata Nomor: xxx/Pdt.G/2025/PN.Smg di Pengadilan Negeri Semarang, pihak Penggugat dibantu oleh LBH Mata Elang mengajukan keberatan terhadap kemunculan kuasa hukum dari Para Tergugat dan Turut Tergugat. Menurut fakta yang ada, selama agenda persidangan sebelumnya yang dilaksanakan secara luring (offline), pihak Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, dan Turut Tergugat IV tidak pernah didampingi oleh kuasa hukum. Mereka juga tidak pernah memperkenalkan adanya kuasa hukum baru di hadapan Majelis Hakim.

 

Namun, pada tanggal 24 Juni 2025, sebuah kejadian mengejutkan terjadi. Berdasarkan catatan persidangan e-court yang terlampir, secara tiba-tiba muncul pihak yang memperkenalkan diri sebagai kuasa hukum dari Para Tergugat dan Turut Tergugat atas nama tertentu. Pihak ini mengunggah permohonan penundaan agenda Jawaban Gugatan. Catatan tersebut berbunyi: "Selamat pagi yang mulia majelis hakim yang kami hormati perkenalkan kami kuasa dari Para Tergugat dan Turut Tergugat berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 20 Juni 2025 dalam perkara no xxx/Pdt.G/2025/PN.Smg. Mohon ijin yang mulia dikarenakan kami baru menerima kuasa dan masih mempelajari gugatan serta masih membuat jawaban sehingga pada hari ini dalam agenda jawaban belum siap mohon kebijaksanaan dari yang mulia majelis hakim untuk dapat menunda agenda jawaban pada tanggal 08 Juli 2025. Mohon maaf atas kata kata yang kurang berkenan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih".

 

Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius bagi LBH Mata Elang. Kemunculan kuasa hukum baru ini terjadi tanpa proses perkenalan formal di persidangan luring dan tanpa adanya pemeriksaan terlebih dahulu atas kelengkapan Surat Kuasa Khusus, Kartu Tanda Anggota (KTA) Organisasi Advokat, dan Berita Acara Sumpah Advokat yang bersangkutan oleh Majelis Hakim. LBH Mata Elang sebagai pendamping hukum Penggugat merasa keberatan dengan mekanisme ini karena menimbulkan keraguan serius akan keabsahan dan legal standing kuasa hukum tersebut dalam mewakili para pihak di persidangan.

 

Pentingnya Keabsahan Kuasa Hukum dalam Proses Perdata

Integritas sebuah persidangan sangat bergantung pada legalitas dan keabsahan setiap pihak yang terlibat, termasuk perwakilan hukum. Keabsahan kuasa hukum bukan hanya sekadar administrasi, melainkan prinsip fundamental yang menjamin proses peradilan berjalan sesuai koridor hukum dan menghasilkan putusan yang adil serta memiliki kepastian hukum.

 

Beberapa alasan mengapa keabsahan kuasa hukum sangat penting meliputi:

  • Kepastian Hukum. Memastikan bahwa pihak yang bertindak memiliki kewenangan yang sah untuk mewakili kliennya, sehingga setiap tindakan hukum yang dilakukan memiliki kekuatan hukum.
  • Perlindungan Hak Pihak Berperkara. Melindungi kepentingan klien dari potensi tindakan yang tidak berwenang atau melanggar hukum oleh pihak yang mengaku sebagai kuasa hukum.
  • Mencegah Penyalahgunaan Wewenang. Mencegah individu yang tidak memiliki kualifikasi atau legalitas untuk menyalahgunakan profesi advokat demi kepentingan pribadi atau merugikan pihak lain.
  • Integritas Peradilan. Menjaga martabat dan integritas lembaga peradilan. Proses yang tidak transparan atau tidak sesuai prosedur dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
  • Efisiensi Persidangan. Kuasa hukum yang sah dan terverifikasi akan memastikan bahwa proses persidangan berjalan lancar, karena mereka telah memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk beracara.

 

Dasar Hukum Keabsahan Kuasa Hukum

Keberatan Penggugat dalam kasus ini memiliki dasar hukum yang kuat, bersumber dari undang-undang dan praktik peradilan yang telah mapan:

 

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat)

Undang-Undang Advokat adalah payung hukum utama yang mengatur profesi advokat di Indonesia. Beberapa pasalnya secara tegas mengatur syarat dan tata cara bagi seseorang untuk dapat bertindak sebagai kuasa hukum: 

Pasal 1 angka 1: Mendefinisikan Advokat sebagai "orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini."  Ini menunjukkan bahwa profesi Advokat bukan sembarang profesi, melainkan memiliki syarat tertentu.

Pasal 3 ayat (1): Menjelaskan syarat pengangkatan Advokat, termasuk "telah mengucapkan sumpah menurut agamanya atau kepercayaannya di sidang terbuka Pengadilan Tinggi."  Sumpah ini adalah momen krusial yang mengesahkan seseorang menjadi Advokat.

Pasal 4 ayat (1): Mengatur bahwa "Advokat berhak dan wajib memiliki kartu tanda pengenal Advokat."  KTA adalah bukti formal keanggotaan dan legalitas seorang Advokat.

Pasal 21 ayat (1): Secara imperatif menyatakan bahwa "Advokat dapat bertindak untuk dan atas nama klien berdasarkan surat kuasa khusus."  Surat kuasa khusus adalah mandat tertulis yang diberikan klien kepada Advokat untuk menangani perkara tertentu.

Ketentuan-ketentuan ini secara jelas menegaskan bahwa keberadaan Surat Kuasa Khusus yang sah, kepemilikan KTA, dan status sebagai Advokat yang telah disumpah adalah syarat mutlak bagi seseorang untuk dapat bertindak sebagai kuasa hukum di persidangan. Tanpa pemeriksaan dan verifikasi yang memadai oleh Majelis Hakim, legalitas representasi hukum tersebut patut dipertanyakan.

 

2. Herzien Inlandsch Reglement (HIR) / Rechtsreglement Buitengewesten (RBg)

Meskipun HIR (bagi Jawa dan Madura) dan RBg (bagi luar Jawa dan Madura) tidak secara eksplisit mengatur tata cara pemeriksaan kuasa hukum secara detail, namun secara implisit, ketentuan-ketentuan mengenai kehadiran para pihak atau wakilnya di persidangan menuntut Majelis Hakim untuk memastikan bahwa pihak yang hadir atau yang mewakili adalah pihak yang sah. Pasal 123 HIR / Pasal 147 RBg mengatur tentang kehadiran para pihak di persidangan, yang secara logis menuntut pemeriksaan terhadap status pihak yang mewakili.

 

3. Praktik Peradilan yang Baik (Judicial Good Practice)

Selain ketentuan formal, praktik peradilan yang baik atau judicial good practice secara konsisten mensyaratkan Majelis Hakim untuk memeriksa keabsahan kuasa hukum. Ini meliputi pemeriksaan kelengkapan surat kuasa, KTA, dan Berita Acara Sumpah, yang dilakukan pada awal persidangan atau saat pertama kali kuasa hukum memperkenalkan diri. Hal ini merupakan bagian dari penerapan asas kehati-hatian (prudentia) dan keterbukaan (transparansi) dalam proses peradilan. Praktik ini penting untuk menghindari potensi masalah di kemudian hari dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam proses hukum benar-benar memiliki legalitas yang diperlukan.

 

Dampak Ketidakabsahan Kuasa Hukum terhadap Proses Persidangan

Kemunculan kuasa hukum yang legalitasnya diragukan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap proses persidangan:

  • Cacat Formil. Jika kuasa hukum tidak sah, seluruh tindakan hukum yang dilakukannya dalam persidangan (misalnya, mengajukan jawaban gugatan, bukti, atau keberatan) berpotensi cacat formil dan dapat dibatalkan.
  • Menunda Proses Persidangan. Keraguan terhadap keabsahan ini akan memerlukan pemeriksaan tambahan oleh Majelis Hakim, yang dapat menunda agenda persidangan yang seharusnya berjalan.
  • Merugikan Pihak Lawan. Pihak Penggugat dapat dirugikan karena harus berhadapan dengan perwakilan yang tidak sah, yang berpotensi menyalahgunakan proses hukum atau menunda penyelesaian perkara.
  • Mengikis Kepercayaan Publik. Proses peradilan yang tidak transparan dan tidak mengedepankan keabsahan akan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
  • Ancaman Integritas Putusan. Putusan yang diambil dalam persidangan di mana salah satu pihak diwakili oleh kuasa hukum yang tidak sah dapat menimbulkan pertanyaan tentang integritas putusan itu sendiri, bahkan berpotensi menjadi alasan pembatalan putusan di tingkat banding atau kasasi.

Di era e-court, meskipun banyak proses dilakukan secara digital, prinsip verifikasi formal tetap esensial. Justru karena kemudahan unggah dokumen secara online, pemeriksaan dan validasi oleh Majelis Hakim menjadi semakin penting untuk memastikan bahwa dokumen dan pihak yang mengunggahnya adalah sah.

 

Tujuan Permohonan Pemeriksaan Keabsahan

Permohonan yang diajukan oleh Penggugat ini memiliki beberapa tujuan mulia demi tegaknya hukum dan keadilan:

Memastikan Legalitas Kuasa Hukum. Tujuan utama adalah untuk memastikan dan memverifikasi secara formal legalitas serta kewenangan kuasa hukum yang mewakili Para Tergugat dan Turut Tergugat oleh Majelis Hakim.

Memberikan Perlindungan Hukum. Memberikan perlindungan hukum kepada Penggugat selaku pihak yang merasa ragu terhadap keabsahan salah satu pihak yang beracara.

Mencapai Asas Keadilan dan Kepastian Hukum. Permohonan ini diajukan demi tercapainya asas keadilan dan kepastian hukum dalam persidangan.

 

Peran Paralegal LBH Mata Elang dalam Mengawal Integritas Proses Peradilan

LBH Mata Elang memahami bahwa proses persidangan dapat menjadi rumit, dan setiap detail kecil, termasuk keabsahan kuasa hukum, memiliki implikasi besar terhadap hasil akhir. Dalam menghadapi situasi seperti ini, pendampingan hukum menjadi krusial.

 

Meskipun klien (Penggugat) memutuskan untuk melaksanakan sidang mandiri tanpa menggunakan kuasa hukum, sebagai pendamping hukum, LBH Mata Elang berperan dalam:

  • Menganalisis Permasalahan. Memberikan analisis hukum mendalam terhadap kronologi dan bukti yang ada, serta mengidentifikasi celah atau potensi pelanggaran prosedur.
  • Menyusun Strategi Hukum. Membantu klien (Penggugat) untuk menyusun dan mengajukan permohonan atau keberatan secara sistematis dan sesuai kaidah hukum acara.
  • Mendampingi di Persidangan. Mendampingi klien selama proses persidangan, memastikan bahwa hak-hak klien terlindungi dan prosedur hukum ditaati oleh semua pihak.
  • Edukasi Hukum. Memberikan edukasi kepada klien tentang hak-hak mereka dan bagaimana proses hukum seharusnya berjalan, sehingga klien dapat berperan aktif dalam mengawal perkaranya.

Dengan pendampingan yang tepat, seorang Penggugat dapat secara proaktif memastikan bahwa proses persidangan berlangsung secara adil, transparan, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, meskipun dihadapkan pada situasi yang membingungkan.

 

Kesimpulan

Keabsahan kuasa hukum adalah pilar penting dalam mewujudkan proses persidangan yang adil, transparan, dan berintegritas. Kasus di Pengadilan Negeri Semarang ini menjadi pengingat penting bagi Majelis Hakim dan para pihak untuk selalu memastikan bahwa setiap individu yang hadir dan bertindak sebagai perwakilan hukum telah memenuhi seluruh syarat legalitas yang ditentukan oleh Undang-Undang Advokat dan praktik peradilan yang baik.

 

Keberatan yang diajukan oleh Penggugat bukan semata-mata untuk menunda proses, melainkan untuk menjaga marwah hukum dan memastikan bahwa putusan yang dihasilkan benar-benar berdasarkan pada proses yang sah dan tidak tercemari oleh keraguan akan keabsahan representasi hukum. Pada akhirnya, keadilan dan kepastian hukum hanya dapat terwujud jika setiap tahapan dan setiap pihak yang terlibat dalam proses peradilan berada dalam koridor hukum yang jelas dan tidak diragukan lagi legalitasnya.

 

Proses Persidangan Anda Bermasalah? Jangan Ragu untuk Memperjuangkan Hak Anda!

Jika Anda menemukan kejanggalan dalam proses persidangan atau meragukan keabsahan kuasa hukum pihak lawan, hak Anda untuk bertanya dan mengajukan keberatan dilindungi oleh hukum.

 

Hubungi LBH Mata Elang sekarang juga untuk mendapatkan konsultasi hukum gratis dan pendampingan profesional. Kami siap membantu Anda memahami hak-hak Anda dan memastikan proses hukum berjalan sesuai koridor keadilan.