Memori Keberatan LBH Mata Elang Perjuangkan Keadilan di Pengadilan Negeri Bojonegoro

Memori Keberatan LBH Mata Elang Perjuangkan Keadilan di Pengadilan Negeri Bojonegoro

Memori Keberatan LBH Mata Elang Perjuangkan Keadilan di Pengadilan Negeri Bojonegoro



Pendahuluan

Artikel sebelumnya menguraikan jawaban Konsultasi Hukum Online LBH Mata Elang dalam Menghadapi Putusan Pengadilan Wanprestasi dan Risiko Penyitaan AsetPenting untuk ditekankan bahwa di awal proses persidangan gugatan sederhana yang dilayangkan oleh sebuah Bank di Pengadilan Negeri Bojonegoro, sebut saja "NV" menghadapi situasi yang sulit karena ketidakhadiran kuasa hukum. 

Karena sangat awam dalam bidang hukum, "NV" bahkan tidak memberikan jawaban atas gugatan tersebut. Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai langkah-langkah hukum yang krusial dalam menindaklanjuti konsultasi hukum tersebut, yaitu mengajukan Memori Keberatan segera mengingat jangka waktu yang diberikan untuk mengajukan "Keberatan" atas sebuah putusan gugatan sederhana adalah hanya 7 (tujuh) hari.

Menyoroti upaya LBH Mata Elang dalam memperjuangkan keadilan bagi kliennya dalam kondisi tersebut. Kasus ini melibatkan sengketa antara "NV", seorang petani/pekebun, dan sebuah institusi perbankan (selanjutnya disebut sebagai "Bank") terkait perjanjian kredit.


Gugatan Sederhana Tanpa Pembelaan : Kerentanan Pihak Tergugat

Gugatan sederhana dirancang untuk efisiensi, tetapi ketiadaan pendampingan hukum dapat menempatkan pihak tergugat dalam posisi yang sangat rentan. Ketidaktahuan akan prosedur hukum, hak-hak, dan kewajiban dapat mengakibatkan pihak tergugat tidak dapat membela diri secara efektif, seperti yang dialami oleh "NV". Dalam kasus ini, ketidakhadiran kuasa hukum di awal proses persidangan menjadi faktor penting yang melatarbelakangi pengajuan Memori Keberatan.


Fokus Memori Keberatan Mencari Titik Keadilan

Memori Keberatan yang diajukan LBH Mata Elang memuat beberapa poin penting yang menggugat keabsahan putusan pengadilan tingkat pertama. Poin-poin ini berfokus pada dugaan ketidakadilan dalam proses persidangan dan kesalahan dalam penerapan hukum, terutama memperhitungkan kerentanan "NV" akibat ketidakhadiran kuasa hukum di awal persidangan.

Cacatnya Proses Perjanjian. LBH Mata Elang berargumen bahwa putusan pengadilan keliru dalam mempertimbangkan proses terjadinya perjanjian kredit. Mereka menekankan bahwa "NV" menurut pengakuannya hanya menandatangani lembar kosong yang kemudian diisi dengan Surat Pengakuan Hutang, sehingga tidak ada kesepakatan yang sah mengenai isi perjanjian. Hal ini bertentangan dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terkait syarat sah perjanjian.

2.      Status Perkawinan dan Persetujuan Suami. Memori Keberatan menyoroti bahwa pengadilan mengabaikan status perkawinan "NV" dan ketiadaan persetujuan suami dalam perjanjian kredit. LBH Mata Elang berpendapat bahwa meskipun istri memiliki hak untuk melakukan perbuatan hukum, perjanjian kredit dengan jumlah yang signifikan dan berpotensi mempengaruhi keuangan keluarga seharusnya memerlukan persetujuan suami.

3.      Ketidakadilan Akibat Keawaman Hukum. LBH Mata Elang menekankan bahwa pengadilan tidak cukup mempertimbangkan kondisi "NV" yang sangat awam dalam proses hukum, sehingga ia tidak dapat membela diri secara efektif selama persidangan. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam persidangan dan putusan yang kurang adil.

4.      Kesalahan dalam Menetapkan Jumlah Hutang. Memori Keberatan menggugat ketepatan pengadilan dalam menetapkan jumlah hutang "NV". LBH Mata Elang berpendapat bahwa pengadilan menerima begitu saja jumlah dalam Surat Pengakuan Hutang tanpa mempertimbangkan riwayat kredit "NV" dan dugaan pembaharuan hutang (rollover) yang tidak transparan berulang kali.


Tuntutan LBH Mata Elang : Mencari Pemulihan Hukum

Dalam petitum Memori Keberatan, LBH Mata Elang secara tegas memohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Keberatan untuk Menerima dan mengabulkan keberatan seluruhnya, Membatalkan putusan pengadilan sebelumnya, Menyatakan perjanjian kredit tidak sah atau batal demi hukum, dan Menghukum kedua belah pihak untuk mengembalikan keadaan semula.


Kesimpulan

Memori Keberatan yang diajukan LBH Mata Elang menunjukkan keseriusan dalam memperjuangkan hak-hak "NV", terutama mengingat kerentanan yang dialaminya akibat ketidakhadiran kuasa hukum di awal proses gugatan sederhana. Dengan mengidentifikasi potensi cacat hukum dalam putusan pengadilan tingkat pertama dan mengajukan tuntutan yang jelas, LBH Mata Elang berupaya mencapai pemulihan hukum yang adil bagi kliennya. Kasus ini sekali lagi menegaskan pentingnya pendampingan hukum yang kompeten, bahkan dalam proses yang dianggap sederhana, serta perlunya kepekaan pengadilan terhadap ketidakberdayaan pihak yang awam hukum.