Eksekusi Rumah atas Dasar Akta Pengakuan Hutang: Perjuangan Klien Kantor Hukum Mata Elang Law Firm & Partners di Kota Samarinda
Samarinda, 29 Oktober 2024 – Di tengah hiruk-pikuk Kota
Samarinda, seorang klien dari Kantor Hukum Mata Elang Law Firm & Partners
menghadapi situasi yang sangat genting. Rumah yang telah menjadi tempat
berlindung bagi dirinya dan keluarganya akan dieksekusi oleh krediturnya. Dasar
eksekusi tersebut adalah sebuah Akta Pengakuan Hutang. Namun, setelah diteliti
lebih lanjut oleh tim hukum dari Kantor Hukum Mata Elang Law Firm &
Partners, ditemukan bahwa akta tersebut memiliki cacat hukum yang signifikan.
Apa Itu Akta Pengakuan Hutang?
Akta Pengakuan Hutang merupakan dokumen yang dibuat oleh
seorang Notaris, yang mengesahkan bahwa seseorang atau badan usaha memiliki
hutang kepada pihak lain. Akta ini memuat informasi mengenai jumlah hutang,
bunga, dan tata cara pelunasannya. Akta Pengakuan Hutang ini sendiri merupakan
turunan dari perjanjian utang piutang dan seharusnya hanya memuat pengakuan
mengenai hutang tersebut tanpa menyertakan persyaratan tambahan atau bentuk
perjanjian lainnya.
Dasar-Dasar Hukum Pembuatan Akta Otentik
Untuk memahami lebih dalam mengenai cacat hukum dalam Akta
Pengakuan Hutang tersebut, perlu diketahui dasar-dasar hukum mengenai pembuatan
sebuah akta otentik:
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014)
Pasal 15: Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau yang dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.
Pasal 16: Notaris wajib bertindak jujur, saksama, mandiri,
tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang berkepentingan dalam
perbuatan hukum tersebut.
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Menyatakan bahwa akta otentik adalah akta yang dibuat dalam
bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum
yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 4: Hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Cacat Hukum dalam Akta Pengakuan Hutang
Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam oleh Tim Hukum Mata
Elang Law Firm & Partners, ditemukan beberapa cacat hukum dalam Akta
Pengakuan Hutang yang dibuat oleh notaris di Kota Samarinda:
Tidak Memenuhi Syarat Formal
Akta tersebut tidak mencantumkan irah-irah "Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," yang merupakan syarat
formal yang harus dipenuhi dalam pembuatan akta otentik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Adanya Persyaratan Tambahan
Akta Pengakuan Hutang tersebut memuat persyaratan tambahan
dalam bentuk perjanjian, yang sebenarnya tidak diperbolehkan. Akta pengakuan
hutang seharusnya hanya memuat informasi tentang jumlah hutang, bunga, dan tata
cara pelunasannya.

Langkah-Langkah Hukum yang Ditempuh
Tim Hukum Mata Elang Law Firm & Partners memutuskan untuk mengambil
langkah-langkah hukum guna melindungi hak-hak klien mereka, termasuk:
Mengajukan Gugatan Pembatalan Akta
Berdasarkan cacat hukum yang ditemukan, Tim Hukum mengajukan
gugatan ke pengadilan untuk membatalkan akta pengakuan hutang tersebut.
Mengajukan Sanggahan Eksekusi
Mengajukan sanggahan terhadap upaya eksekusi yang dilakukan
oleh kreditur berdasarkan akta yang cacat hukum tersebut.
Pendampingan Hukum
Memberikan pendampingan hukum secara penuh kepada klien
dalam setiap proses hukum yang berjalan, termasuk dalam persidangan dan
mediasi.
Penutup
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya akta otentik yang
dibuat oleh notaris harus memenuhi semua syarat formal yang ditetapkan oleh
undang-undang. Dengan dukungan dan pendampingan dari Kantor Hukum Mata Elang
Law Firm & Partners, klien mereka berharap dapat melindungi hak-haknya dan
mendapatkan keadilan yang seharusnya. Semoga dengan langkah-langkah hukum yang
telah ditempuh, keadilan dapat ditegakkan dan rumah yang menjadi tempat
berlindung keluarga tersebut dapat diselamatkan dari eksekusi yang tidak
berdasar.